Ditinggal di Keranjang, Tiba-Tiba Ada Email? Ini Rahasianya!

ardipedia.com – Kamu pasti pernah ngalamin ini, kan? Kamu lagi asyik window shopping di sebuah toko online, lihat-lihat barang. Mata kamu tertuju pada sepasang sepatu lari keren, kamu klik, kamu lihat detailnya, kamu masukin ke keranjang belanja. Tapi, tiba-tiba ada notifikasi WhatsApp masuk atau mungkin kamu dipanggil orang tua, akhirnya kamu tutup tab browser itu dan lupa sama sekali soal si sepatu. Ajaibnya, beberapa jam kemudian, sebuah email masuk. Isinya? Tepat sekali, foto sepatu yang tadi kamu tinggalin di keranjang, kadang ditambah ulasan bintang lima atau bahkan voucher gratis ongkir.

Email ini rasanya beda. Bukan kayak spam promosi biasa yang ganggu. Sebaliknya, rasanya personal, pas banget waktunya, dan seolah-olah si merek bisa baca pikiranmu. Nah, momen “cenayang” ini bukanlah kebetulan atau sihir. Ini adalah hasil dari sebuah strategi canggih yang namanya Marketing Automation dengan Trigger Behavior, atau gampangnya: Otomatisasi Pemasaran yang Dipicu oleh Perilaku. Ini adalah perubahan besar dari cara pemasaran tradisional bekerja. Kalau dulu pemasaran itu kayak orang teriak-teriak pakai toa di pasar, sekarang lebih mirip bisikan personal yang relevan, yang cuma kamu yang dengar, dan datang di saat yang paling tepat.

Dari Teriak Pake Toa ke Bisikan Personal: Evolusi Marketing

Untuk ngerti secanggih apa teknologi ini, kita perlu lihat perjalanannya. Cara merek “ngobrol” sama kita itu sudah berevolusi jauh.

Dulu, kita ada di era pemasaran massal. Anggap aja ini kayak sales yang teriak pakai toa di tengah pasar: “Ayo beli! Diskon! Diskon!” Satu pesan yang sama disebar ke semua orang lewat TV atau radio, dengan harapan ada beberapa yang nyangkut. Sama sekali nggak personal.

Kemudian, muncullah era pemasaran berbasis segmen. Para pemasar mulai pintar. Mereka nggak lagi teriak ke semua orang, tapi mulai mengelompokkan. Misalnya, “Promosi khusus untuk ibu-ibu!” atau “Diskon untuk anak kuliahan!” Ini sudah lebih baik, tapi pesannya tetap untuk sebuah grup, bukan untuk kamu secara pribadi.

Lalu, kita masuk ke era otomatisasi berbasis waktu. Ini adalah cikal bakal otomatisasi. Misalnya, kamu daftar jadi anggota baru di sebuah situs. Sistem akan otomatis kirim email selamat datang di hari pertama, email tips di hari ketiga, dan email promo di hari ketujuh. Semuanya terjadwal. Ini sebuah kemajuan, tapi masih kaku. Semua orang baru dapat perlakuan yang sama persis, nggak peduli apa yang mereka lakukan di situs itu.

Nah, sekarang kita ada di era otomatisasi berbasis perilaku. Di sinilah letak keajaibannya. Komunikasi nggak lagi diatur oleh jadwal, tapi oleh perilaku unik kamu. Sistem nggak lagi bertanya, “Sudah 3 hari belum?”, tapi bertanya, “Apakah dia baru saja melihat halaman harga? Apakah dia meninggalkan barang di keranjang? Apakah dia sudah lama nggak mampir?” Setiap tindakan (atau bahkan saat kamu nggak melakukan apa-apa) menjadi sebuah “pemicu” (trigger) yang memulai sebuah rentetan pesan yang dirancang khusus buat kamu.

Jadi, Apa Sih Sebenarnya Otomatisasi Berbasis Perilaku Ini?

Secara sederhana, otomatisasi pemasaran berbasis perilaku adalah strategi yang pakai software untuk menjalankan tindakan pemasaran secara otomatis sebagai respons langsung terhadap apa yang kamu lakukan (atau tidak lakukan).

Analogi terbaiknya adalah seorang asisten penjaga toko yang super cerdas dan perhatian. Penjaga toko yang payah bakal ngintilin kamu keliling toko sambil terus nanya, “Ada yang bisa dibantu?” Ganggu banget, kan? Nah, penjaga toko yang cerdas ini akan mengamati dari jauh. Saat dia lihat kamu ngambil sebuah jaket, bolak-balik lihat bahannya, dan ngecek label harganya, barulah dia mendekat dengan sopan. “Itu salah satu model terlaris kami, Kak. Kalau suka modelnya, kami juga punya warna lain,” katanya. Responsnya nggak acak, tapi dipicu oleh minat yang baru saja kamu tunjukkan.

Platform otomatisasi pemasaran adalah “penjaga toko digital” itu. Dia “mengamati” perilakumu di situs web, email, dan aplikasi. Berdasarkan pengamatan ini, dia menjalankan skenario yang sudah dirancang dengan logika simpel tapi sangat kuat: JIKA kamu melakukan Aksi X, MAKA sistem secara otomatis melakukan Aksi Pemasaran Y.

Mengintip ‘Momen Penting’: Pemicu Apa Aja yang Dipakai?

Kunci sukses strategi ini adalah kemampuan mengidentifikasi “momen yang penting”—perilaku-perilaku yang jadi sinyal niat atau minat. Pemicu-pemicu ini bisa kita kelompokkan.

 


 

Pemicu Ketertarikan (Engagement Triggers)

Ini adalah pemicu yang dasarnya dari interaksi positifmu dengan sebuah merek. Misalnya saat kamu baru pertama kali daftar newsletter atau bikin akun, ini adalah pemicu paling dasar untuk memulai seri email selamat datang. Atau saat kamu bolak-balik mengunjungi halaman harga atau halaman demo sebuah produk, ini sinyal kuat kalau kamu lagi serius mempertimbangkan. Pemicu ini bisa ngirim email berisi testimoni atau tawaran konsultasi gratis. Contoh lain adalah saat kamu mengunduh sebuah e-book atau nonton video tutorial sampai habis. Ini menandakan minat yang jelas dan bisa memicu serangkaian email yang isinya lebih mendalam tentang topik itu.

Pemicu Belanja (E-commerce Triggers)

Ini adalah pemicu paling populer dan paling menguntungkan di dunia ritel online. Yang paling klasik adalah meninggalkan keranjang belanja. Saat kamu masukin barang ke keranjang tapi nggak jadi bayar, ini pemicu paling kuat. Sebuah email pengingat bisa dikirim beberapa jam kemudian. Ada juga yang lebih canggih, yaitu meninggalkan penjelajahan. Kamu mungkin lihat halaman satu produk tertentu beberapa kali tapi nggak masukin ke keranjang. Besoknya, bisa aja kamu dapat email yang menampilkan produk itu dan beberapa produk sejenis lainnya. Pembelian juga bisa jadi pemicu. Setelah kamu beli, sistem bisa otomatis kirim email ucapan terima kasih, lalu beberapa minggu kemudian kirim email minta ulasan produk.

Pemicu ‘Lost Contact’ (Disengagement Triggers)

Terkadang, saat kamu nggak melakukan apa-apa, itu justru jadi pemicu yang paling penting. Misalnya, kalau kamu nggak pernah buka email atau mampir ke situs web selama 90 hari, ini tanda bahaya buat si merek. Ini bisa memicu kampanye “re-engagement”, biasanya email dengan judul “Kami Kangen Kamu!” yang isinya penawaran super spesial buat narik kamu kembali. Bahkan saat kamu berhenti berlangganan email, tindakan itu bisa memicu sebuah halaman survei untuk menanyakan alasanmu pergi, yang jadi masukan berharga buat mereka.

Dapur di Balik Layar: Teknologi Apa yang Dibutuhkan?

Untuk menjalankan strategi ini, dibutuhkan sebuah ekosistem teknologi yang saling terhubung. Ada Platform Otomatisasi Pemasaran yang jadi pusat komando tempat semua skenario JIKA-MAKA ini dirancang. Lalu ada Skrip Pelacak atau ‘CCTV’ digital yang dipasang di situs web dan email untuk mengumpulkan data perilakumu. Semua data ini kemudian disatukan dalam sebuah Profil Pelanggan Terpadu, biar sistem tahu kalau orang yang lihat-lihat di laptop dan orang yang buka email di HP itu adalah kamu, orang yang sama. Terakhir, butuh integrasi dengan sistem lain seperti CRM (tempat data pelanggan) dan CMS (tempat konten disimpan).

Kalau Mau Bikin Sendiri, Mulainya dari Mana?

Mengadopsi strategi ini bukan cuma soal beli software, tapi sebuah proses yang butuh pemikiran. Pertama, tentukan dulu tujuannya, misalnya mau mengurangi angka keranjang yang ditinggalin. Kedua, petakan perjalanan pelanggan untuk menemukan momen-momen penting. Ketiga, prioritaskan 2-3 pemicu yang paling berdampak dulu, jangan serakah mau otomatisasi semuanya sekaligus. Keempat, siapkan konten yang relevan dan personal untuk setiap pemicu. Kelima, baru bangun alur kerjanya di dalam platform. Dan terakhir, yang paling penting, uji, ukur, dan perbaiki terus-menerus.

Jebakan Batman yang Perlu Dihindari

Meskipun canggih, strategi ini bisa jadi bumerang kalau salah langkah. Pertama, ada risiko terlalu bawel. Kalau nggak diatur dengan baik, kamu bisa aja memicu beberapa skenario sekaligus dan akhirnya merasa di-spam habis-habisan. Kedua, ada risiko pesan yang terasa seperti ngomong sama robot. Otomatisasi itu alatnya, tapi pesannya harus tetap ditulis dengan gaya bahasa manusia yang empatik dan otentik. Jangan sampai email otomatis isinya kaku kayak surat resmi. Terakhir, ada tantangan kompleksitas teknis. Menyiapkan semua ini butuh keahlian dan pemahaman yang mendalam.

Kesimpulannya,

Otomatisasi pemasaran berbasis perilaku adalah bukti pergeseran dunia pemasaran. Dari yang tadinya fokus pada merek yang “mendorong” produknya, kini menjadi fokus pada pelanggan, di mana merek “merespons” kebutuhan mereka. Teknologi ini bukan bertujuan menggantikan hubungan antarmanusia, justru sebaliknya, untuk membuat hubungan itu terasa lebih personal dalam skala yang lebih besar.

Ia memungkinkan sebuah merek untuk menciptakan ribuan momen interaksi personal yang nggak mungkin dilakukan oleh tim manusia sendirian. Dengan memanfaatkan otomatisasi untuk hadir di saat-saat yang paling penting, sebuah merek bisa membangun hubungan yang lebih kuat, mendorong pertumbuhan, dan yang terpenting, membuat pemasaran terasa lebih seperti sebuah pelayanan pelanggan yang luar biasa, bukan sekadar iklan yang mengganggu.

 

image source : Unsplash, Inc. 

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال