ardipedia.com – Pernah nggak sih kamu heran, kenapa Gen Z itu kayak punya magnet sama hal-hal mistis dan horor? Rasanya, di mana-mana ada aja obrolan soal cerita seram, video misterius di TikTok, atau podcast true crime yang lagi viral. Ini bukan cuma soal hobi nonton film horor doang, lho. Ada fenomena yang lebih dalam di balik semua itu, sebuah ketertarikan yang kompleks dan jadi cerminan dari cara Gen Z melihat dunia. Di tahun 2025 ini, saat kita ngelihat generasi muda terpaku di layar mereka buat nyelamin kisah-kisah menyeramkan atau debat teori konspirasi di kolom komentar, kita harus ngertiin kalau ini tuh lebih dari sekadar hiburan. Ini adalah cara mereka buat melepaskan diri dari tekanan, nyari komunitas, dan ngasih makna pada hal-hal yang nggak bisa dijelaskan.
Bagi banyak orang, horor itu identik sama ketakutan. Tapi buat Gen Z, ketakutan itu bisa diubah jadi pengalaman yang seru dan punya nilai. Dunia yang mereka hadapi itu penuh dengan ketidakpastian, dari isu lingkungan, tekanan sosial, sampai masa depan yang nggak jelas. Horor, dalam bentuk film, video game, atau bahkan cerita singkat di media sosial, ngasih mereka tempat yang aman buat ngerasain ketakutan itu tanpa bener-bener dalam bahaya. Ini kayak latihan mental. Mereka bisa ngadepin hal-hal yang paling buruk di dunia fiksi, terus ngerasa lega pas semuanya selesai. Sensasi itu disebut katarsis emosional, di mana kita bisa ngelepasin emosi negatif lewat pengalaman yang intens. Ini kayak ngasih pelepasan buat stres dan kecemasan yang mereka rasain sehari-hari.
Terus terang, gue sendiri ngeliat fenomena ini jadi sangat relevan. Dulu, mungkin kita cuma punya satu dua film horor yang bisa ditonton. Sekarang, dengan adanya platform video pendek kayak TikTok, konten horor itu ada di mana-mana. Video-video singkat yang nyeritain creepy facts atau misteri urban dalam hitungan detik itu pas banget sama cara Gen Z ngonsumsi konten. Mereka butuh sesuatu yang cepat, padat, dan bikin penasaran. Format ini nggak butuh waktu lama, tapi bisa ngasih sensasi yang intens. Nggak heran kalau video-video horor pendek ini gampang banget viral, apalagi kalau ditambahin dengan sound yang lagi tren dan visual yang bikin bulu kuduk merinding. Ini bikin Gen Z jadi kayak penjelajah yang berani, yang terus-menerus nyari stimulasi intelektual dan emosional yang bikin mereka berpikir.
Ambil contoh yang paling dekat dengan kita, kayak video-video di channel youtube-nya Kak Nadia Omara. Gaya ceritanya yang santai, yang kadang dibumbui sedikit humor, tapi isinya tetap bikin merinding, itu pas banget sama selera Gen Z. Konten-konten kayak gini nggak cuma bikin takut, tapi juga bikin penonton ngerasa kayak lagi dengerin cerita dari teman. Ini yang bikin mereka betah, berinteraksi, dan ngerasa jadi bagian dari sebuah komunitas. Nadia Omara sukses ngebangun koneksi emosional dengan audiensnya, nunjukin kalau cara nyampaiin horor itu nggak harus kaku dan serem terus-terusan.
Ketertarikan Gen Z pada horor juga punya hubungannya sama pencarian identitas dan makna. Mereka sering banget tertarik sama hal-hal yang di luar nalar, yang bisa bikin mereka bertanya-tanya soal hidup, kematian, dan apa yang ada di balik itu semua. Misalnya, banyak dari mereka yang suka banget ngebahas mitos-mitos kuno, teori konspirasi, atau kisah misteri yang belum terpecahkan. Diskusi-diskusi ini sering terjadi di kolom komentar atau grup-grup online, yang akhirnya ngebentuk komunitas-komunitas kecil yang solid. Di komunitas inilah mereka bisa berbagi ide, ngerasa nggak sendirian, dan ngebangun rasa kebersamaan dengan orang-orang yang punya minat serupa. Buat mereka, ngobrolin soal hal-hal yang seram itu bisa jadi cara buat ngerasa lebih terhubung sama orang lain dan nemuin identitas diri.
Tentu saja, sama seperti hal-hal lain di dunia ini, ketertarikan pada horor juga punya sisi gelap yang harus kita perhatiin. Ada batasan yang tipis banget antara hiburan yang sehat sama obsesi yang nggak baik. Salah satu risikonya adalah gangguan kesehatan mental. Terpapar horor secara berlebihan bisa bikin orang jadi susah tidur, gampang cemas, atau bahkan paranoid. Ada juga risiko jadi nggak peka atau mati rasa sama kekerasan. Pas kita terlalu sering lihat kekerasan di horor fiksi, kita bisa jadi nggak terpengaruh lagi sama kekerasan nyata yang ada di sekitar kita. Dan yang paling bahaya, buat sebagian orang, konsumsi horor yang berlebihan bisa bikin mereka susah bedain mana yang fiksi mana yang realitas. Kalau kamu atau orang di sekitarmu nunjukin tanda-tanda ketertarikan yang nggak sehat ini, penting banget buat segera cari bantuan profesional atau ngobrol sama orang yang kamu percaya.
Tapi secara umum, ketertarikan Gen Z pada horor dan hal-hal mistis bukanlah sekadar tren kosong. Ini adalah fenomena kompleks yang nunjukin banyak hal soal cara pikir mereka: mulai dari kebutuhan buat ngilangin stres, ngejelajahi batasan, nyari komunitas, sampai dorongan buat ngebongkar norma-norma yang ada. Media digital, terutama platform video pendek, udah jadi pendorong utama fenomena ini. Mereka ngasih akses yang nggak terbatas dan bikin format konten yang pas banget sama cara Gen Z ngonsumsi informasi. Dari video-video horor pendek di TikTok sampai podcast true crime, horor ngasih stimulasi intelektual, pelepasan emosional, dan rasa koneksi yang mereka cari.
Jadi, di tahun 2025 ini, pas kita ngelihat Gen Z sibuk sama layar mereka, nyelamin kisah-kisah menyeramkan atau debat soal misteri yang belum terpecahkan, kita harus ngertiin kalau ini tuh lebih dari sekadar hiburan. Ini adalah cerminan dari generasi yang cerdas, peka, dan berani. Mereka lagi nyari cara buat ngertiin dunia yang rumit dan nemuin jati diri mereka di dalamnya. Horor itu salah satu cara mereka buat memproses, mikir, dan akhirnya, ngerasa lebih terhubung sama diri mereka sendiri dan komunitas mereka.
image source : Unsplash, Inc.