ardipedia.com – Pernah nggak sih kamu lagi scroll media sosial, terus tiba-tiba mata kamu tertuju sama satu postingan OOTD selebgram? Bukan, bukan orangnya yang kamu perhatiin, tapi outer rajut dengan warna lilac dan motif checkerboard yang dia pakai. Keren banget. Spontan, hasrat buat memiliki langsung bergejolak. Jari-jari kamu dengan lincah langsung buka aplikasi e-commerce andalan. Kamu berhenti sejenak di kolom pencarian. Hening. Otak kamu mulai bekerja keras, mencoba menerjemahkan apa yang baru saja mata kamu lihat menjadi serangkaian kata.
“Ketik apa ya?” gumam kamu dalam hati. “Cardigan… rajut… ungu… kotak-kotak?” Kamu coba ketik itu. Hasilnya? Ribuan produk muncul, tapi nggak ada satupun yang mirip dengan bayangan di kepala kamu. Ada yang warnanya beda, ada yang motifnya keliru, ada juga yang modelnya jauh panggang dari api. Kamu coba lagi dengan kata kunci lain: “Outer lilac motif papan catur”. Hasilnya tetap sama. Zonk. Frustrasi, kamu akhirnya menyerah dan menutup aplikasi. Keinginan yang tadinya menggebu-gebu, kini lenyap entah ke mana, dikalahkan oleh terbatasnya kata-kata.
Momen seperti ini pasti sering banget kamu alami, kan? Entah itu naksir model sofa di kafe favorit, suka sama corak keramik di rumah temen, atau bahkan penasaran sama jenis tanaman hias yang kamu lihat di pinggir jalan. Kita hidup di dunia yang penuh dengan inspirasi visual, tapi selama bertahun-tahun, kita dipaksa buat mendeskripsikan inspirasi itu dengan alat yang paling nggak visual: teks. Ini seperti mencoba menjelaskan warna pelangi ke orang yang belum pernah melihatnya. Sulit, bikin mumet, dan seringnya gagal total. Inilah jurang pemisah antara apa yang kita lihat di dunia nyata dan cara kita mencarinya di dunia digital. Tapi tenang, sekarang ada teknologi super canggih yang siap jadi jembatan di atas jurang itu. Kenalin, namanya Visual Search.
Visual Search atau Pencarian Visual adalah sebuah revolusi. Titik. Teknologi ini membalik total cara kita berinteraksi dengan e-commerce. Alih-alih kamu yang pusing mikirin kata kunci, Visual Search bilang, “Udah, nggak usah banyak omong, kasih liat aja gambarnya.” Yap, kamu nggak salah baca. Cukup dengan sebuah gambar—bisa dari hasil jepretan kamera, screenshot dari Instagram, atau gambar apa pun yang kamu punya—teknologi ini akan mencarikan barang yang kamu mau. Proses belanja yang tadinya rumit berubah jadi tiga langkah simpel: Lihat, Potret, Beli. Ini adalah pergeseran fundamental dari bahasa kata ke bahasa gambar, sebuah bahasa yang dipahami semua orang tanpa perlu kamus.
Sebelum kita menyelam lebih dalam, penting buat paham kenapa metode lama, yaitu pencarian pakai teks, seringkali bikin kita elus dada. Selama ini, kolom pencarian adalah pintu gerbang utama ke jutaan produk di e-commerce. Tapi, pintu ini punya satu kelemahan besar: dia hanya ngerti bahasa ketikan. Ketergantungan pada teks ini menciptakan masalah besar, terutama di industri yang visual banget.
Misalnya di dunia fashion. Gimana cara kamu mendeskripsikan motif “houndstooth” kalau kamu nggak tahu itu namanya? Atau bedanya warna teal dengan turquoise? Kata “baju longgar” aja bisa punya ribuan arti dan model yang beda-beda. Kamu mungkin punya gambaran super jelas di kepala tentang gaun yang kamu mau, lengkap dengan detail lipatan dan kancingnya, tapi menerjemahkan gambaran itu jadi kata kunci yang pas itu susahnya minta ampun.
Begitu juga di sektor furnitur dan dekorasi rumah. Ini tantangannya lebih berat lagi. Istilah gaya seperti “Japandi” atau “industrial” mungkin asing buat sebagian besar orang. Coba deh kamu deskripsiin tekstur kain sofa beludru, bentuk kaki meja yang melengkung, atau warna kayu jati yang khas. Hampir mustahil. Kamu tahu apa yang kamu suka saat melihatnya, tapi kamu nggak tahu gimana cara mencarinya.
Bahkan untuk hal teknis sekalipun, masalah ini tetap ada. Bayangin kamu lagi benerin keran air yang bocor dan butuh satu komponen kecil berbentuk aneh. Kamu pegang barangnya, tapi kamu sama sekali nggak tahu apa nama resminya atau nomor serinya. Kalau kamu cari dengan deskripsi “mur besi bentuk bunga dengan lubang di tengah”, kemungkinan besar kamu bakal tenggelam dalam lautan produk yang nggak relevan. Setiap pencarian yang gagal ini bukan cuma bikin kamu bete, tapi juga jadi kerugian buat penjual. Simpelnya, kamu nggak bisa membeli barang yang nggak bisa kamu temukan. Visual Search hadir untuk menghancurkan tembok frustrasi ini.
Sekarang, bagian serunya. Gimana sih cara kerja sihir di balik Visual Search ini? Kok bisa sebuah gambar dipahami oleh komputer? Jawabannya ada di sebuah cabang kecerdasan buatan (AI) yang keren banget, namanya Computer Vision. Tujuannya simpel: ngajarin komputer buat bisa “melihat” dan menafsirkan dunia visual, persis kayak manusia. Saat kamu mengunggah sebuah gambar, ada serangkaian proses canggih yang terjadi di belakang layar dalam sekejap mata.
Biar gampang, coba kita ibaratkan prosesnya seperti ini. Anggap aja komputer itu adalah seorang anak kecil yang lagi belajar merakit LEGO, dan gambar yang kamu unggah adalah sebuah model mobil LEGO yang udah jadi.
Pertama, anak ini (komputer) akan membongkar total mobil LEGO itu sampai jadi kepingan-kepingan paling dasar. Proses ini namanya Feature Extraction. Komputer nggak melihat gambar itu sebagai “sepatu” atau “tas”, tapi sebagai jutaan titik data. Dia akan memecah gambar menjadi atribut visual paling dasar: warnanya apa aja, teksturnya gimana (garis-garis, bintik-bintik, atau halus), bentuknya seperti apa (lurus, melengkung, bersudut). Persis seperti membongkar mobil LEGO jadi kepingan merah, biru, ban hitam, dan kaca transparan.
Kedua, di sinilah proses belajar yang sesungguhnya dimulai, menggunakan model AI canggih yang disebut Convolutional Neural Networks (CNNs). Anggap aja CNNs ini adalah serangkaian instruksi atau level pemahaman si anak LEGO. Di level pertama, dia cuma belajar mengenali kepingan dasar, misalnya “ini kepingan merah 2x4” atau “ini ban karet”. Di level berikutnya, dia mulai belajar menggabungkan kepingan-kepingan itu. Oh, empat ban kalau dipasang di sebuah papan bisa jadi dasar mobil. Di level yang lebih dalam lagi, dia belajar merakit bagian-bagian yang lebih kompleks, seperti bodi mobil, pintu, atau bagian kokpit. Sampai akhirnya di level teratas, dia bisa menggabungkan semua bagian itu dan dengan percaya diri bilang, “Aha! Ini adalah sebuah mobil balap warna merah!”
Ketiga, setelah si anak LEGO ini paham betul objek apa yang dia lihat, dia akan membuat sebuah “sidik jari” atau “kode rahasia” yang unik untuk mobil balap merah itu. Kode ini berbentuk serangkaian angka yang super kompleks yang secara matematis mewakili esensi visual dari gambar tersebut. Dalam dunia AI, ini disebut vector. Setiap objek visual punya vector-nya sendiri.
Terakhir, proses pencocokan. Kode rahasia dari gambar yang kamu unggah tadi akan dibawa ke sebuah perpustakaan raksasa. Perpustakaan ini nggak berisi buku, tapi berisi jutaan kode rahasia dari setiap gambar produk yang ada di database e-commerce tersebut. Sistem akan dengan super cepat memindai dan mencari kode rahasia lain yang paling mirip. Produk-produk dengan kode yang paling cocok inilah yang akhirnya muncul di layar ponsel kamu sebagai hasil pencarian. Hebatnya, semua proses rumit ini terjadi dalam waktu kurang dari satu detik.
Lalu, apa dampaknya buat kamu sebagai konsumen? Ini bukan cuma sekadar fitur tambahan, ini mengubah pengalaman belanja kamu secara total. Manfaat paling jelas adalah kamu bebas dari frustrasi mikirin kata kunci. Prosesnya jadi sangat alami dan intuitif. Kamu lihat, kamu foto, kamu temukan. Waktu pencarian jadi jauh lebih singkat dan kamu jadi lebih puas.
Selain itu, Visual Search adalah alat penemuan yang luar biasa. Mungkin kamu mengunggah foto tas dari merek desainer terkenal yang harganya bikin kantong nangis. Mesin pencari visual yang pintar nggak cuma akan menampilkan tas yang identik, tapi juga bisa merekomendasikan tas-tas lain dari merek berbeda dengan gaya, warna, atau bentuk yang mirip, tapi harganya jauh lebih ramah di kantong. Ini membuka pintu ke dunia "racun belanja" baru yang mungkin nggak pernah kamu duga sebelumnya. Ia meruntuhkan tembok antara inspirasi di dunia nyata—entah itu dari majalah, etalase toko, atau gaya orang di jalan—dengan kemudahan transaksi di dunia maya.
Bagi para pebisnis e-commerce, mengadopsi Visual Search bukan lagi soal ikut-ikutan tren, tapi sebuah langkah strategis. Dengan mempermudah kamu menemukan barang, kemungkinan kamu untuk melakukan pembelian (konversi) jadi meningkat drastis. Ketika kamu mencari sebuah kemeja, teknologi ini bisa memunculkan fitur “Lengkapi Gayamu” atau “Shop the Look”, merekomendasikan celana, sepatu, bahkan jam tangan yang cocok dengan kemeja itu. Ini secara halus mendorong kamu untuk memasukkan lebih banyak barang ke keranjang belanja.
Di tengah persaingan e-commerce yang super padat, pengalaman berbelanja adalah pembeda utama. Menawarkan fitur yang terasa canggih dan “ajaib” seperti ini bisa bikin sebuah merek lebih menonjol dan bikin kamu sebagai pelanggan jadi lebih loyal. Data dari gambar yang kamu unggah juga jadi harta karun. Penjual bisa tahu secara langsung tren apa yang lagi digandrungi, gaya apa yang paling dicari, tanpa perlu survei.
Tentu saja, di balik semua keajaiban ini, ada tantangan yang nggak mudah. Kualitas hasil pencarian sangat bergantung pada kualitas foto produk di katalog mereka. Ibaratnya, “sampah yang masuk, sampah pula yang keluar”. Kalau foto produknya buram, gelap, atau diambil dari sudut yang aneh, AI-nya juga bakal bingung. Membangun teknologi ini juga butuh investasi yang nggak sedikit, baik dari segi biaya maupun keahlian teknis. Sistemnya juga harus cukup pintar buat mengatasi gambar dari kamu yang kualitasnya mungkin seadanya—foto yang agak blur, diambil di tempat gelap, atau bahkan ada banyak objek lain di latar belakang. Tapi seiring berjalannya waktu, teknologi ini akan terus jadi lebih pintar dan lebih terjangkau.
Pada akhirnya, Visual Search bukan lagi sekadar fitur iseng. Ini adalah evolusi dari cara kita berinteraksi dengan teknologi, sebuah langkah menuju pengalaman yang lebih manusiawi dan efisien. Pencarian berbasis teks akan selalu punya tempatnya, terutama untuk hal-hal yang spesifik. Tapi untuk dunia penemuan produk yang digerakkan oleh inspirasi visual, kata-kata saja tidak akan pernah cukup. Bagi kamu, ini adalah cara yang lebih cepat dan seru untuk mengubah inspirasi jadi kenyataan. Bagi bisnis, ini adalah alat untuk bertahan dan menang di era digital.
image source : Unsplash, Inc.