Suka 'Nge-Stalk' di Media Sosial? Waspada ya!

ardipedia.com – Coba jujur, seberapa sering sih kamu dalam seminggu ngebuka profil media sosial seseorang—bisa teman, mantan, gebetan, kolega, atau bahkan orang asing—terus scroll jauh ke bawah buat lihat postingan-postingan lawas mereka? Gue yakin, banyak dari kita ngelakuin ini tanpa sadar, entah pas lagi iseng atau emang lagi penasaran banget. Kebiasaan ini, yang sering kita sebut 'nge-stalk' di media sosial, udah jadi bagian tak terpisahkan dari interaksi digital kita sehari-hari.

Di tahun ini, di mana informasi gampang banget diakses, budaya 'nge-stalk' ini makin merajalela. Ini bukan cuma sekadar kepo biasa, lho. 'Nge-stalk' di media sosial bisa jadi kebiasaan diam-diam yang punya dampak gede banget, baik buat si 'penguntit' maupun si 'diuntit'. Meskipun sering dianggap enteng atau cuma iseng, di balik itu, perilaku ini bisa memicu berbagai masalah psikologis, sosial, bahkan etika yang harus kita perhatiin.

Terus, apa sih yang bikin kita jadi suka 'nge-stalk'? Apakah ini cuma bagian dari sifat dasar manusia yang kepo, atau ada faktor lain yang bikin kita kejebak di lingkaran setan ini? Apa aja bahaya tersembunyi yang mungkin nggak kita sadari, dan gimana kita bisa nyikapin kebiasaan ini dengan lebih cerdas dan bertanggung jawab? Yuk, kita bahas!

Apa Sih 'Nge-Stalk' di Media Sosial Itu?

Istilah 'nge-stalk' di media sosial itu ngacu ke tindakan nelusurin secara mendalam dan seringnya diam-diam profil, postingan, foto, atau aktivitas digital seseorang di platform media sosial, tanpa interaksi langsung atau persetujuan mereka. Ini bisa jadi: Kamu ngeliat profil seseorang berkali-kali dalam sehari atau seminggu. Kamu scroll jauh ke bawah buat lihat postingan bertahun-tahun yang lalu. Kamu ngecek aktivitas lama kayak siapa yang mereka follow, siapa yang ngomen di postingan mereka, atau foto-foto di mana mereka di-tag. Kamu ngebandingin diri dengan hidup orang lain. Kamu nyari informasi tersembunyi tentang kehidupan, hubungan, atau keberadaan seseorang. Kamu ngelakuin itu cuma karena bosen.

Penting banget buat bedain antara rasa ingin tahu yang wajar (misalnya, ngeliat sekilas profil teman yang baru di-add) dengan 'nge-stalk' yang berlebihan. Batasnya ada di seberapa sering kamu ngelakuinnya, niat di baliknya, dan dampaknya buat diri sendiri maupun orang lain.

Kenapa Kebiasaan 'Nge-Stalk' Udah Jadi Hal Umum?

Ada banyak banget faktor psikologis dan sosial yang bikin kita jadi 'nge-stalk': Rasa ingin tahu manusia itu alamiah. Kita tertarik sama kehidupan orang lain, apalagi yang kita kenal atau yang punya daya tarik tertentu. Media sosial ngasih jendela gampang banget buat puasin rasa ingin tahu ini. Ada juga FOMO (Fear of Missing Out). Kita takut ketinggalan info atau update terbaru dari kehidupan orang lain. 'Nge-stalk' bisa jadi cara buat ngerasa tetap 'terhubung' atau 'terbaru' meskipun nggak ada interaksi langsung. Media sosial itu platform buat perbandingan sosial. Kita sering 'nge-stalk' profil orang lain (terutama yang kelihatan sukses, bahagia, atau punya hidup seru) buat dibandingin sama diri sendiri. Bagi sebagian orang, 'nge-stalk' adalah cara buat ngadepin kecemasan dan ketidakamanan. Misalnya, 'nge-stalk' mantan buat lihat apa dia udah bahagia sama orang lain. Ini malah bisa nambahin kecemasan. 'Nge-stalk' juga bisa jadi pintu gerbang ke dunia fantasi dan daydreaming, apalagi dalam konteks gebetan. Kita ngebangun skenario di kepala kita berdasarkan info yang kita temuin. Kadang kita 'nge-stalk' buat cari info penting juga, misalnya recruiter yang 'nge-stalk' calon karyawan. Dan yang paling sering, kita ngelakuinnya karena bosan. Saat nggak ada kerjaan, HP jadi pelarian, dan 'nge-stalk' jadi salah satu aktivitas yang paling gampang. Nggak bisa dipungkiri, algoritma media sosial juga ikut andil. Algoritma sering ngerekomendasiin profil atau postingan yang terkait sama minat kita, secara nggak langsung 'ngarahin' kita buat 'nge-stalk' lebih jauh.

 


 

Dampak Gede 'Nge-Stalk' di Media Sosial: Sisi Gelapnya yang Diam-Diam

Meskipun rasanya 'aman' karena dilakuin diam-diam, 'nge-stalk' bisa punya dampak serius, baik buat si 'penguntit' maupun si 'diuntit'. Buat si 'penguntit', dampaknya bisa ke kesehatan mental: Bikin Kecemasan dan Depresi Meningkat. Terus-menerus ngebandingin diri dengan 'highlight reel' kehidupan orang lain bisa bikin kita iri, insecure, ngerasa nggak cukup, bahkan depresi. Bikin Otak Capek (Mental Fatigue). Aktivitas 'nge-stalk' yang kelewatan bisa nguras energi banget. Otakmu terus-menerus mikir, menganalisis, dan ngebandingin, bikin kamu capek mental. Bikin Obsesi dan Susah Move On. Kebiasaan ini bisa berkembang jadi obsesi, terutama kalau terkait sama mantan atau gebetan. Kamu jadi terus-menerus mikirin mereka, susah move on, dan kejebak dalam pikiran negatif. Nurunin Harga Diri (Self-Esteem). Ngeliat kesuksesan orang lain tanpa ngeliat proses di baliknya bisa bikin kamu ngerasa rendah diri dan nggak berharga. Waktu Terbuang Sia-sia. Waktu yang dihabisin buat 'nge-stalk' bisa jadi banyak banget, ngorbanin waktu buat aktivitas yang lebih produktif atau berharga di dunia nyata. Bisa Jadi Kecanduan Digital. 'Nge-stalk' bisa jadi salah satu bentuk kecanduan media sosial karena ngasih efek nagih. Dampak ke hubungan sosial juga nggak main-main: Kurang Hadir di Dunia Nyata. Terlalu banyak waktu dihabisin buat ngamatin orang di dunia maya bisa bikin kamu kurang fokus sama interaksi di dunia nyata. Canggung Saat Interaksi Langsung. Kamu mungkin udah tahu banyak hal dari 'nge-stalk', tapi di dunia nyata kamu harus pura-pura nggak tahu. Ini bisa bikin canggung dan nggak tulus. Bikin Ekspektasi Nggak Realistis. Kamu bisa ngebangun ekspektasi terhadap seseorang berdasarkan citra media sosial mereka, yang seringnya nggak akurat di dunia nyata. Ini bisa berujung kecewa. Ngerusak Kepercayaan Kalau Ketahuan. Jika kebiasaan 'nge-stalk'-mu yang kelewatan ketahuan, ini bisa ngerusak kepercayaan dan hubungan kalian. Mereka mungkin ngerasa privasinya dilanggar. Buat si 'diuntit' atau target 'stalking', dampaknya juga serius: Ngerasa Nggak Aman dan Privasinya Dilanggar. Kalau seseorang tahu mereka di-'stalk' secara berlebihan, ini bisa bikin mereka nggak aman dan nggak nyaman. Bikin Paranoid. Terus-menerus ngerasa diawasin bisa bikin paranoid atau cemas. Jadi Takut Ekspresi Diri. Mereka mungkin jadi takut buat posting hal-hal pribadi karena khawatir bakal dianalisis atau dinilai. Di kasus ekstrem, 'nge-stalk' digital bisa bereskalasi jadi stalking di dunia nyata yang punya konsekuensi hukum serius. Jelas banget, 'nge-stalk' di media sosial bukanlah kebiasaan yang nggak berbahaya. Ini punya potensi buat ngerusak kesehatan mental dan kualitas hubungan.

Batas antara Kepo yang Sehat sama 'Nge-Stalk' yang Berlebihan

Di mana sih batasnya? Kepo yang sehat itu: Kamu ngeliat profil orang yang baru kamu kenal. Kamu ngeliat postingan terbaru dari teman dekat atau keluarga. Kamu nyari info spesifik yang relevan (misal: nyari kontak atau portofolio profesional). Nggak makan waktu lama. Nggak bikin kamu ngerasa negatif (iri, cemas, obsesi). Niatnya buat koneksi atau cari info, bukan buat ngebandingin atau ngehakimin.

'Nge-stalk' yang berlebihan/nggak sehat itu: Kamu ngabisin waktu berjam-jam nelusurin profil seseorang (terutama mantan, gebetan, atau orang yang bikin kamu insecure). Kamu ngerasa terpaksa buat terus ngeliat profil itu meskipun itu bikin kamu ngerasa buruk (iri, cemas, sedih). Kamu ngerasa nggak bisa berhenti, atau ngulanginnya berkali-kali dalam sehari. Kamu nyari informasi yang terlalu pribadi atau rahasia yang nggak dimaksudkan buat publik. Kamu pakai info yang didapat dari 'nge-stalk' buat manipulasi atau nyebarin gosip. Itu sampai ganggu hidupmu di dunia nyata (jadi susah fokus kerja, susah tidur, mood jelek). Ngenalin batasan ini adalah langkah pertama buat ngendaliin kebiasaan 'nge-stalk'-mu.

Strategi buat Menyikapi Budaya 'Nge-Stalk'

Baik kamu sebagai pelaku 'nge-stalk' yang pengin berhenti, maupun sebagai individu yang pengin ngelindungin privasi, ada strategi yang bisa kamu terapin. Buat Ngurangin Kebiasaan 'Nge-Stalk' (Bagi si 'Penguntit'): Kenali pemicunya. Kapan kamu paling sering 'nge-stalk'? Pas bosan? Cemas? Abis ngeliat postingan tertentu? Mengetahui pemicu bakal ngebantumu menghindarinya. Batasi waktu layar. Pakai fitur "Waktu Layar" (iPhone) atau "Digital Wellbeing" (Android) buat nentuin durasi penggunaan aplikasi media sosial. Jauhin HP-mu. Saat kamu ngerasa bosan atau ada pemicu, segera jauhin HP-mu. Ganti dengan aktivitas lain yang lebih sehat dan positif (baca buku, jalan-jalan, nelpon teman). Unfollow atau mute akun pemicu. Jika ada akun tertentu (misalnya mantan atau orang yang sering bikin kamu iri) yang selalu bikin kamu 'nge-stalk' atau bikin kamu ngerasa buruk, unfollow atau mute aja. Ini tindakan self-care. Fokus pada konten yang ngasih nilai. Ubah kebiasaan scrolling impulsifmu jadi scrolling dengan tujuan. Cari akun yang ngasih inspirasi, edukasi, atau hiburan positif. Praktikin mindfulness. Sadari keinginanmu buat 'nge-stalk' saat itu muncul. Jangan langsung bertindak, tapi amati perasaan itu, lalu biarin ia berlalu. Isi hidupmu di dunia nyata. Semakin kamu punya hidup yang seru di dunia nyata, semakin kecil kebutuhanmu buat 'nge-stalk' kehidupan orang lain. Kalau kebiasaan 'nge-stalk'-mu udah obsesif dan berdampak serius, cari bantuan profesional. Jangan ragu buat ngobrol sama psikolog. Buat Ngelindungin Diri dari Di-'Stalk' (Bagi si 'Diuntit'): Atur akunmu jadi privat. Ini lapisan perlindungan paling dasar. Pilih follower dengan hati-hati. Kalau akunmu privat, saring siapa aja yang kamu izinkan buat follow. Jangan overshare informasi pribadi. Hindari posting info yang terlalu detail tentang lokasimu real-time, jadwal harian, atau detail pribadi. Manfaatin fitur block dan report. Kalau ada akun yang kamu curigai, jangan ragu buat ngeblokir dan laporin ke platform. Cek pengaturan privasi lokasi. Matiin fitur berbagi lokasi otomatis di HP-mu. Hati-hati sama postingan lama. Ingat, apa yang pernah kamu posting di masa lalu bisa aja ditemuin lagi. Lakuin audit pada postingan lama dan pikirin dulu sebelum posting, "Apa gue nyaman kalau info ini dilihat semua orang?".

Kesimpulannya,

Di tahun ini, budaya 'nge-stalk' di media sosial adalah fenomena yang nggak bisa kita cuekin. Ini adalah cerminan dari rasa ingin tahu alami manusia, dorongan buat perbandingan sosial, dan kompleksnya interaksi digital kita. Tapi, penting buat kita sadar kalau kebiasaan diam-diam ini punya dampak gede, baik buat kesehatan mental kita sendiri maupun privasi orang lain.

Ngendaliin kebiasaan 'nge-stalk' dan ngelindungin diri dari 'stalking' itu butuh kesadaran diri dan batasan yang jelas. Ini tentang ngambil lagi kendali atas perhatianmu, ngutamain well-being-mu, dan ngebangun etika digital yang bertanggung jawab.

Jangan biarin dirimu kejebak dalam lingkaran perbandingan atau obsesi yang nguras energi. Mulailah hari ini dengan satu langkah kecil. Audit kebiasaan scrolling-mu. Saring feed-mu. Berinvestasilah pada aktivitas di dunia nyata yang beneran ngisi ulang dirimu. Karena pada akhirnya, ketenangan pikiran dan kualitas hubungan yang tulus itu harta yang jauh lebih berharga daripada semua informasi yang bisa kamu dapatkan dari 'nge-stalk' di media sosial. Kamu pasti bisa nemuin cara hidup yang lebih sehat dan seimbang di era digital ini!

 

image source : Unsplash, Inc.  

 

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال