Hati-hati, 7 Kesalahan Parenting yang Bikin 'Anak Stroberi'

ardipedia.com – Pernah dengar istilah "anak stroberi"? Bukan, ini bukan tentang anak yang doyan makan stroberi. Istilah ini lagi viral banget buat menggambarkan anak-anak yang gampang rapuh, nggak tahan banting, dan gampang menyerah di tengah jalan. Ibarat buah stroberi, kelihatannya manis dan menarik, tapi gampang banget bonyok cuma kena sentuhan dikit. Hmmm, serem kan kalau anak kita jadi kayak gitu?

Sebagai orang tua, pastinya kamu pengen anak tumbuh jadi pribadi yang kuat, mandiri, dan tangguh. Tapi, tanpa sadar, ada beberapa kebiasaan atau cara parenting yang justru bikin anak jadi nggak siap menghadapi tantangan di luar sana. Tentu aja, niatnya baik, yaitu melindungi dan memberi yang terbaik. Tapi kalau kebablasan, efeknya bisa bikin kaget.

Di artikel ini, kita bakal kupas tuntas tujuh kesalahan parenting yang sering nggak disadari, tapi punya dampak besar banget buat masa depan anak. Yuk, kita cek bareng-bareng, siapa tahu ada satu atau dua poin yang perlu kita perbaiki mulai dari sekarang.

1. Terlalu Sering Memberikan Pujian

Pujian itu penting banget buat meningkatkan rasa percaya diri anak. Tapi, ada bedanya antara pujian yang membangun dan pujian yang bisa merusak. Kalau kamu memuji anak terlalu sering, bahkan untuk hal-hal sepele, mereka bisa jadi ketergantungan sama validasi dari luar. Mereka bakal ngerasa, "Kalau aku nggak dipuji, berarti aku nggak berharga."

Pujian yang berlebihan juga bisa bikin anak nggak punya motivasi intrinsik. Mereka cuma mau berusaha keras karena pengen dapat tepuk tangan dan sanjungan, bukan karena mereka menikmati prosesnya. Coba deh, ganti cara memuji. Jangan cuma bilang, "Kamu hebat!" tapi coba lebih spesifik. Misalnya, "Mama lihat kamu kerja keras banget buat menyelesaikan puzzle ini, Mama bangga sama ketekunanmu." Ini mengalihkan fokus dari hasil ke proses dan usaha. Dengan begitu, anak belajar kalau usaha itu sama pentingnya dengan hasil.

2. Selalu Memberi Jalan Keluar

Saat anak menghadapi masalah, wajar kalau sebagai orang tua kamu pengen langsung turun tangan dan menyelesaikan semuanya. Anak kesulitan ngerjain PR? Langsung kamu bantu. Mainan mereka rusak? Langsung kamu belikan yang baru. Nggak mau antri? Langsung kamu ajak pindah tempat. Meskipun niatnya baik, ini bisa bikin anak nggak belajar caranya memecahkan masalah.

Mereka bakal terbiasa, "Ah, nanti juga Mama atau Papa yang beresin." Lama-lama, mereka jadi nggak punya kemampuan buat menghadapi kesulitan sendiri. Coba biarkan mereka mencari solusi. Misalnya, "Kamu coba cari tahu dulu kenapa mainannya rusak, mungkin bisa diperbaiki." Atau, "Kita antri bareng-bareng ya, sabar sebentar." Ini melatih mereka buat berpikir kritis dan mandiri. Anak perlu belajar bahwa hidup nggak selalu mulus dan mereka punya kemampuan buat mengatasi hal-hal sulit.

3. Mengatur Semua Hal

Ada orang tua yang terlalu helicopter parenting, ngatur semua hal dari A sampai Z. Mulai dari pakaian yang harus dipakai, teman yang boleh diajak main, sampai kegiatan di waktu luang. Anak jadi nggak punya kesempatan buat membuat keputusan sendiri dan mengambil risiko. Mereka terbiasa hidup di bawah kendali orang tua dan nggak tahu gimana caranya bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri.

Hidup itu penuh pilihan, dan anak perlu belajar buat memilih. Mulai dari pilihan-pilihan kecil kayak "Kamu mau pakai baju warna apa hari ini?" atau "Kita mau makan apa malam ini?" Ini ngasih mereka rasa otonomi dan kontrol atas hidup mereka. Dengan begitu, mereka jadi lebih percaya diri dan bisa diandalkan. Biarkan mereka membuat kesalahan dan belajar dari itu.

4. Tidak Mengajarkan Tanggung Jawab

Tanggung jawab itu bukan cuma soal beresin kamar atau nyapu rumah. Lebih dari itu, tanggung jawab juga tentang komitmen dan akuntabilitas. Misalnya, anak diberi tugas merawat tanaman, tapi kalau dia lupa, orang tua yang ambil alih. Anak diberi janji, tapi orang tua yang melanggar. Ini bikin anak nggak belajar apa artinya bertanggung jawab.

Mulailah dengan hal-hal kecil. Ajak mereka beres-beres mainan setelah selesai. Ajak mereka menyiapkan bekal sekolah. Beri mereka tanggung jawab yang sesuai dengan usia mereka. Dan yang paling penting, konsisten. Kalau mereka melanggar aturan, ada konsekuensinya. Konsekuensi bukan berarti hukuman yang mengerikan, tapi bisa sesimpel "Kalau kamu nggak beresin mainan, kamu nggak boleh main lagi sampai besok." Ini ngajarin mereka bahwa setiap tindakan ada akibatnya.

5. Tidak Mengenalkan Konsep Kegagalan

Di media sosial, kita sering lihat anak-anak yang tampil sempurna, juara lomba, dan berhasil dalam segala hal. Tapi, kenyataannya, hidup itu nggak selalu tentang kemenangan. Kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Kalau anak nggak pernah gagal, mereka jadi nggak tahu gimana rasanya bangkit lagi. Mereka akan terbiasa dengan kesuksesan yang instan dan nggak punya mental yang kuat buat menghadapi penolakan atau kekalahan.

Sebagai orang tua, tugas kita bukan buat melindungi mereka dari kegagalan, tapi buat ngajarin mereka cara menghadapi kegagalan dengan bijak. Kalau mereka gagal, jangan langsung bilang, "Nggak apa-apa kok," tapi coba bilang, "Yuk, kita cari tahu kenapa kamu gagal, supaya besok bisa lebih baik lagi." Ini ngajarin mereka bahwa kegagalan itu cuma feedback dan kesempatan buat memperbaiki diri.

6. Melindungi dari Perasaan Negatif

Anak nangis karena sedih? Langsung kamu hibur dengan es krim. Anak marah karena nggak dapat yang dia mau? Langsung kamu turutin. Ini niatnya baik, tapi bisa jadi bumerang. Anak perlu belajar buat merasakan emosi, baik itu sedih, marah, kecewa, atau frustrasi. Kalau kamu selalu melindungi mereka dari perasaan-perasaan ini, mereka jadi nggak punya kemampuan buat mengelola emosinya sendiri.

Coba validasi perasaan mereka. Misalnya, "Mama ngerti kok, kamu sedih karena temanmu nggak mau main sama kamu." Ini bikin mereka merasa dimengerti. Setelah itu, ajak mereka bicara tentang apa yang bisa dilakukan. "Kalau sedih, kita bisa pelukan atau cerita sama Mama." Ini ngajarin mereka coping mechanism yang sehat. Anak perlu tahu bahwa nggak semua emosi itu harus diselesaikan dengan hadiah atau hiburan.

7. Kurang Memberi Batasan

Banyak orang tua yang menghindari batasan karena takut anak mereka nggak senang atau memberontak. Padahal, batasan itu penting banget. Batasan itu kayak pagar, ngasih tahu anak apa yang boleh dan nggak boleh dilakukan. Tanpa batasan, mereka jadi bingung dan nggak punya pedoman. Mereka juga jadi nggak punya self-control karena nggak ada yang mengendalikan mereka.

Contoh batasan yang jelas itu kayak, "Kita cuma boleh main gadget 30 menit sehari," atau "Kamu harus tidur jam 9 malam." Konsisten sama batasan ini, meskipun mereka ngambek. Awalnya mungkin berat, tapi ini penting buat membentuk karakter mereka. Batasan yang jelas juga ngasih rasa aman buat anak. Mereka jadi tahu, "Oh, kalau aku melakukan ini, ada konsekuensinya." Mereka belajar tentang disiplin dan menghormati aturan.

 

Intinya, parenting itu bukan cuma soal memberi yang terbaik, tapi juga tentang mempersiapkan anak buat menghadapi dunia yang nggak selalu sempurna. Anak stroberi itu bukan salah mereka, tapi bisa jadi hasil dari kesalahan parenting yang nggak kita sadari. Dengan menghindari tujuh kesalahan di atas, kamu lagi bantu anak buat tumbuh jadi pribadi yang tangguh, mandiri, dan siap buat menghadapi tantangan apa pun.

image source: iStock

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال