ardipedia.com – Pernah nggak sih kamu lagi ngebangun brand positioning, terus tiba-tiba ada satu postingan di media sosial yang isinya komplain pedas tentang brand-mu? atau karena KOL yang bekerjasama denganmu bermasalah, atau bahkan ada yang nyebar rumor yang nggak bener? Rasanya kayak diserang dari segala arah, kan? Panik, bingung, dan pengen langsung hapus postingannya. Eits, jangan buru-buru. Yang namanya krisis di media sosial itu pasti bakal datang. Entah itu karena produkmu nggak sesuai ekspektasi, pelayananmu kurang, atau cuma salah paham. Yang penting, bukan seberapa besar krisisnya, tapi gimana cara kamu ngadepinnya. Kalau kata gue, ngadepin krisis di media sosial itu kayak lagi main game. Kamu nggak bisa asal main, harus punya strategi biar menang. Kita akan bahas gimana caranya mengelola krisis di media sosial dengan kepala dingin, biar brand-mu nggak cuma selamat, tapi malah jadi lebih kuat.
Kenapa Media Sosial Jadi Tempat Paling Gampang Bikin Krisis?
Dulu, kalau ada pelanggan yang nggak puas, mereka paling cuma komplain lewat telepon atau datang langsung ke toko. Tapi sekarang beda. Dengan media sosial, satu netizen kecewa atau ada yang nggak puas, mereka bisa aja nyebarin keluhan atau sentimen negatifnya ke ribuan, bahkan jutaan orang dalam hitungan hari. Dan yang namanya rumor itu jauh lebih cepat nyebarnya daripada berita bagus. Itu yang bikin media sosial jadi tempat yang paling gampang buat bikin krisis.
Ada beberapa hal yang bisa jadi pemicu krisis di media sosial:
Komplain Pelanggan: Pelanggan yang kecewa sama produk atau pelayananmu.
Rumor Negatif: Rumor yang sengaja disebarin sama orang yang nggak suka sama brand-mu.
Kesalahan Internal: Misalnya, ada stafmu yang salah ngomong atau salah posting di media sosial.
Isu Sensitif: Brandmu ikut-ikutan bahas isu yang sensitif, dan itu bikin audiensmu nggak suka.
Langkah-Langkah Mengelola Krisis
Saat krisis datang, hal pertama yang harus kamu lakuin adalah jangan panik. Ambil napas dalam-dalam, dan ikuti langkah-langkah ini:
1. Dengarkan dan Pantau: Ini langkah pertama dan paling penting. Jangan langsung ngeluarin pernyataan. Dengarkan dulu apa yang audiensmu bilang. Pakai social media listening tools (alat pantau media sosial) buat tahu apa yang lagi diomongin orang tentang brand-mu. Dari situ, kamu bisa tahu seberapa besar sih krisisnya. Apakah cuma satu orang yang komplain, atau udah jadi perbincangan banyak orang?
2. Bentuk Tim Krisis: Kalau krisisnya udah mulai besar, kamu butuh tim. Tim ini isinya orang-orang yang bisa bantu kamu ngadepin krisis, misalnya orang marketing, orang PR, dan orang manajemen. Tim ini yang bakal ngatur strategi, siapa yang harus ngomong, dan apa yang harus diomongin.
3. Ambil Sikap Cepat, Tapi Jangan Asal: Kecepatan itu penting. Tapi jangan buru-buru ngasih pernyataan tanpa mikir. Kalau kamu ngasih pernyataan yang salah, krisisnya bisa makin parah. Jadi, ambil sikap cepat, tapi pastikan kamu udah tahu persis apa masalahnya. Sampaikan kalau kamu udah tahu masalahnya dan lagi berusaha buat nyari solusinya.
4. Jangan Hapus Komen Negatif: Ini kesalahan paling sering. Ketika ada komen negatif, banyak brand yang langsung menghapusnya. Ini justru bikin audiensmu makin marah. Mereka bakal ngerasa nggak didengerin. Biarkan komen itu ada, dan jawab dengan sopan. Hapus komen hanya kalau isinya benar-benar kasar, mengandung SARA, atau spam.
5. Minta Maaf dengan Tulus: Kalau brand-mu beneran salah, minta maaflah dengan tulus. Jangan pakai kalimat yang bertele-tele. Minta maaf yang tulus itu bisa meredakan amarah audiensmu. Contohnya, "Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Kami akan segera cari solusi terbaik."
6. Pindah ke Jalur Pribadi: Kalau ada pelanggan yang komplain, ajak mereka ngobrol di jalur pribadi, misalnya lewat DM atau email. Jangan bahas masalahnya di kolom komentar yang bisa dilihat semua orang. Dengan ngobrol di jalur pribadi, kamu bisa lebih fokus ngasih solusi, dan audiens lain nggak perlu tahu detail masalahnya.
7. Beri Solusi yang Nyata: Setelah kamu tahu masalahnya, berikan solusi yang nyata. Jangan cuma janji-janji. Misalnya, kalau ada produkmu yang rusak, tawarkan buat ganti yang baru atau kasih refund. Solusi yang nyata itu bisa bikin pelangganmu yang tadinya kecewa jadi loyal.
8. Lakukan Post-Krisis: Setelah krisisnya mereda, jangan langsung lupa. Evaluasi apa yang terjadi. Kenapa krisisnya bisa muncul? Apakah ada yang salah di produk atau pelayananmu? Dari situ, kamu bisa bikin langkah-langkah pencegahan biar krisisnya nggak terulang lagi.
Siapkan Rencana Jauh Sebelum Krisis Datang
Krisis itu nggak bisa diprediksi. Dia bisa datang kapan aja. Jadi, hal terbaik yang bisa kamu lakuin adalah siapkan rencana jauh-jauh hari.
Buat SOP (Standard Operational Procedure) Krisis: Bikin prosedur yang jelas, siapa yang harus dihubungi saat krisis, siapa yang bertanggung jawab ngasih pernyataan, dan apa yang harus diomongin.
Siapkan Template Jawaban: Bikin beberapa template jawaban untuk berbagai skenario. Misalnya, template untuk komplain produk, template untuk komplain pelayanan, dan template untuk komplain harga. Ini bikin kamu bisa ngasih respons yang cepat saat krisis datang.
Pantau Secara Rutin: Pantau media sosialmu secara rutin. Jangan cuma posting, tapi juga cek apa yang lagi diomongin orang. Ini bikin kamu bisa tahu kalau ada masalah kecil sebelum dia jadi besar.
Krisis Itu Bukan Akhir, Tapi Awal
Krisis di media sosial itu bukan akhir dari brand-mu. Justru, dia adalah awal. Awal buat kamu tahu apa yang salah, dan awal buat kamu jadi brand yang lebih baik. Dengan mengelola krisis dengan kepala dingin, jujur, dan ngasih solusi yang nyata, kamu nggak cuma bisa selamat, tapi juga bisa bikin brand-mu lebih terpercaya di mata audiens. Anggap aja ini ujian. Kalau kamu berhasil lulus, audiensmu akan lebih percaya sama kamu daripada sebelumnya. Jadi, jangan takut sama krisis. Hadapi, dan jadikan dia peluang.
image source : iStock