Hati-hati, Postingan Healing di Medsos Bisa Jadi Tanda Kamu Mau Burnout!

ardipedia.com – Coba deh lihat feed sosial media kamu belakangan ini. Pasti banyak banget postingan atau story yang isinya 'Healing'. Ada yang upload foto lagi di pantai sepi, lagi naik gunung buat self-discovery, atau lagi santai di kafe sambil baca buku dengan caption tentang perjalanan menemukan diri. Semuanya kelihatan tenang, aesthetic, dan penuh kedamaian. Vibes-nya effortless banget.

Nggak ada yang salah sama healing atau liburan, lho. Liburan itu penting banget buat recharge energi. Tapi, pernah nggak kamu nanya ke diri sendiri: Kenapa sih kok rasanya semua orang butuh healing terus-terusan? Dan yang lebih penting: Kenapa kamu merasa perlu nge-post momen healing itu di media sosial? Nah, di balik foto aesthetic itu, ada satu kondisi yang nggak kalah rame dan nggak kalah bahaya: Burnout.

Burnout itu bukan cuma capek biasa setelah lembur, ya. Ini adalah kondisi kelelahan fisik dan emosional yang ekstrem yang dipicu oleh stres jangka panjang yang nggak pernah diatasi di tempat kerja atau lingkungan hidup kamu. Ciri-cirinya: kamu jadi sinis sama kerjaan kamu, kamu merasa prestasi kamu menurun, dan kamu kehilangan energi buat ngelakuin apapun.

Nah, postingan healing yang overload di medsos itu seringkali adalah mekanisme pelarian atau bahkan sinyal bahaya dari seseorang yang sebenarnya sudah di ambang Burnout. Mereka nggak benar-benar healing, mereka cuma kabur sementara dari masalah yang nggak pernah diatasi. Artikel ini hadir buat ajak kamu refleksi diri secara low profile. Kita nggak mau nge-judge orang yang nge-post, tapi kita mau memahami diri sendiri dan mendeteksi dini apakah urge buat nge-post healing itu justru tanda kalau kamu butuh bantuan yang lebih dari sekadar liburan singkat.

Gue udah siapin beberapa poin penting yang menghubungkan antara obsessi postingan healing dengan tanda-tanda Burnout. Ini adalah ajakan buat kamu berhenti sejenak dan mengecek kondisi mental kamu dengan jujur.

Obsesi Pamer Ketenangan Adalah Kamuflase Stres

Coba deh kita break down obsesi buat nge-post ketenangan di medsos. Bukannya orang yang benar-benar tenang itu nggak perlu nunjukin ketenangannya? Kalau kamu bener-bener menikmati momen di pantai, kamu bakal sibuk nikmatin angin dan suara ombak, bukan sibuk nyari angle terbaik buat foto atau nulis caption yang deep.

Seringkali, Postingan Healing yang heboh adalah upaya buat mengkompensasi rasa kekacauan dan stres yang nggak terkelola di kehidupan nyata. Ini adalah kamuflase yang sempurna. Kamu ingin dunia melihat kalau "Hey, gue baik-baik aja, gue lagi self-care, gue lagi damai," padahal di dalam hati kamu lagi berantakan banget dan kamu cuma lari dari to-do list yang nggak selesai-selesai.

Ini adalah tanda awal Burnout: kamu mulai memisahkan realitas dari apa yang kamu presentasikan. Kamu nggak bisa menerima kalau kamu lagi struggle dan butuh bantuan, jadi kamu memilih buat nunjukin vibe yang sebaliknya. Ini nggak sehat karena healing sejati itu terjadi di dunia nyata dan batin, bukan di kolom komentar atau like di medsos. Kalau kamu merasa tekanan buat nge-post setiap momen healing kamu, itu adalah clue kalau healing itu udah berubah jadi performance, dan kamu butuh rehat yang jujur, bukan panggung validasi.

Mencari Validasi Atas Kelelahan Yang Kamu Rasakan

Postingan healing di medsos itu juga sering banget jadi cara buat mencari validasi atas kelelahan ekstrem yang kamu rasakan. Kamu merasa capek banget, dan kamu nggak yakin apakah kelelahan kamu itu valid atau nggak buat diakui. Jadi, kamu nge-post momen liburan kamu (yang seringkali mahal dan dramatis) buat mendapatkan pengakuan dari teman-teman kamu: "Iya, kamu memang pantas istirahat, kamu udah kerja keras banget."

Nah, kebutuhan over akan validasi ini adalah ciri khas dari seseorang yang menuju Burnout. Kamu kehilangan kemampuan buat memvalidasi diri sendiri. Kamu nggak bisa bilang ke diri kamu, "Gue capek, nggak apa-apa gue istirahat," tanpa perlu izin dari komentar orang lain. Ini adalah hasil dari lingkungan kerja atau hidup yang terlalu menuntut dan kurang menghargai effort dan waktu istirahat kamu. Kamu jadi nggak percaya diri sama kebutuhan istirahat kamu sendiri.

Rehat yang low profile itu nggak perlu diumumin. Istirahat yang sejati itu adalah keputusan personal yang kamu ambil karena kamu menghargai kesehatan diri kamu, bukan karena kamu ngejar pujian. Kalau kamu nggak bisa menikmati healing tanpa handphone di tangan buat nge-post, itu tandanya kamu belum benar-benar rehat, kamu cuma ganti jenis kerjaan: dari kerja kantoran jadi kerja branding diri sebagai orang yang lagi healing. Ini justru nambah beban mental yang nggak perlu.

Siklus Binge Working Dan Binge Healing Yang Nggak Sehat

Perhatikan pola hidup kamu. Apakah kamu sering banget bekerja super keras sampai drop (atau binge working), terus tiba-tiba kamu liburan yang super mewah dan all-out (atau binge healing), dan setelah liburan selesai, kamu langsung kembali ke siklus overworking lagi? Kalau iya, ini adalah siklus toxic yang Burnout banget.

Burnout nggak datang tiba-tiba. Dia adalah hasil dari gaya hidup all-or-nothing ini. Kamu nggak punya keseimbangan harian yang sehat. Kamu nggak ngasih diri kamu istirahat kecil yang konsisten setiap hari. Kamu berpikir, "Nggak apa-apa gue stress 6 bulan, asal nanti gue bisa healing ke Bali seminggu." Ini adalah judi emosional yang berbahaya.

Postingan healing kamu itu adalah visual dari binge healing ini. Kamu nge-post foto yang gorgeous dari liburan super mahal kamu sebagai hadiah yang kamu beli buat diri kamu setelah nguras habis energi kamu. Tapi, karena akar masalah stres (kerjaan yang toxic, boundaries yang nggak jelas) nggak pernah diatasi, healing itu cuma p3k sementara. Setelah liburan, kamu tetap akan kembali ke Burnout, dan siklus ini bakal muter terus sampai kamu benar-benar kritis. Keseimbangan low profile itu nggak perlu liburan heboh. Cukup istirahat yang konsisten dan berkualitas setiap hari.

Kehilangan Batasan Antara Waktu Kerja Dan Waktu Pribadi

Nah, ini nih akar masalah dari Burnout di zaman digital. Postingan Healing yang kamu upload di medsos itu seringkali adalah usaha terakhir buat kamu menarik garis antara waktu kerja dan waktu pribadi yang sudah blur banget. Kamu ngerasa perlu nunjukin ke dunia kalau "Aku sedang off bekerja! Please jangan ganggu!"

Padahal, kehilangan batasan (boundaries) itu adalah salah satu gejala utama Burnout. Kamu nggak bisa bilang nggak pada tugas tambahan. Kamu nggak bisa nggak buka email kerjaan di malam hari atau di akhir pekan. Sampai akhirnya, kamu nggak tahu lagi mana yang kerja dan mana yang hidup. Healing pun harus diposting buat menegaskan boundaries yang seharusnya bisa kamu tegakkan tanpa perlu approval dari siapapun.

Rehat yang sehat dan low profile itu nggak butuh caption dramatis buat ngasih tahu orang kalau kamu lagi istirahat. Kamu cuma perlu mematikan notifikasi kerjaan dan membiarkan diri kamu nggak tersedia di waktu istirahat kamu. Belajar untuk menghargai waktu pribadi kamu sendiri adalah langkah Anti-Burnout yang paling powerful. Kalau kamu nggak menghargai waktu istirahat kamu, orang lain juga nggak akan menghargainya. Stop mencari pengakuan eksternal buat boundaries yang harusnya kamu pegang teguh secara internal.

Healing Sudah Berubah Menjadi Checklist Yang Harus Dicapai

Terakhir, kamu harus aware kalau mindset Toxic Productivity itu sudah merembet ke area kesehatan mental kamu. Healing nggak lagi jadi proses yang organik dan self-aware, tapi sudah berubah jadi Checklist yang Harus Dicapai. Kamu merasa Healing itu harus berupa melakukan yoga, minum smoothie hijau, baca buku self-help tebal, atau pergi ke tempat yang instagrammable. Semua step ini harus dilakukan dan dipublikasikan buat mendapat skor Healing yang tinggi.

Ini berbahaya karena Healing yang dipaksakan itu bukan healing sejati. Itu cuma tugas baru yang dikasih oleh Toxic Productivity kamu. Mindset ini bikin kamu merasa gagal kalau kamu nggak bisa ngelakuin semua checklist healing itu. Kalau kamu nggak bisa meditasi 30 menit, kamu langsung nyalahin diri sendiri. Ini justru menambah stress dan mempercepat Burnout.


Burnout nggak bisa disembuhin dengan checklist. Burnout disembuhin dengan mengubah mindset dan mengubah kebiasaan. Healing yang low profile itu adalah berani jujur sama diri sendiri, berani minta bantuan profesional (terapis atau psikolog) kalau nggak sanggup sendiri, dan berani ngasih diri kamu waktu buat bener-bener nggak ngapa-ngapain tanpa rasa bersalah. Nggak perlu diumumin, nggak perlu difoto. Cukup kamu dan ketenangan kamu. Kesehatan mental sejati itu nggak pernah butuh stage.

So, guys, hati-hati banget sama Postingan Healing di Medsos, apalagi kalau itu yang kamu ngejar terus-terusan. Mungkin itu bukan healing, tapi alarm Burnout yang lagi teriak-teriak minta kamu bener-bener berhenti dan ngurusin diri kamu. Nggak usah takut buat mengakui kalau kamu capek. Berani istirahat dan berani nggak produktif itu adalah tindakan low profile yang paling powerful dan paling berkelas. Your well-being is not a performance. Take care of yourself, for real.

image source : Unsplash, Inc.

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama
ardipedia

نموذج الاتصال