Memisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis Agar Gak Boncos

ardipedia.com – Coba deh kamu bayangin ini. Kamu lagi asyik bikin list belanjaan buat stok bahan jualan kamu. Terus, scroll sebentar, eh, tiba-tiba kamu kepikiran mau beli sneakers baru yang lagi hype banget. Karena di dompet digital atau rekening yang kamu pakai itu isinya duit dari jualan, plus duit buat jajan kamu, akhirnya khilaf deh. Nggak sadar, duit buat beli bahan baku malah kepotong buat beli sepatu. Ujung-ujungnya, pas mau belanja stok, duitnya kurang. Boncos, deh! Nah, cerita barusan itu contoh kecil dari campur aduknya keuangan pribadi sama keuangan bisnis. Ini tuh problem yang sering banget dialamin sama owner bisnis kecil atau freelancer yang baru mulai. Rasanya kayak, “Ah, kan ini duit gue juga, jadi nggak apa-apa lah ya ambil sedikit.” Stop! Pemikiran kayak gini nih yang harus kamu reset total.

Memisahkan keuangan bisnis dan pribadi itu bukan cuma soal rapi-rapiin administrasi, tapi ini adalah pondasi biar bisnis kamu bisa sustain dan bertumbuh dengan sehat. Kalau kamu nggak jelas mana duit buat bayar tagihan supplier dan mana duit buat nongkrong cantik, kamu nggak akan pernah tahu performance bisnis kamu yang sebenarnya. Kamu cuma akan ngerasa ‘punya duit’ tapi nggak tahu pasti, duit itu untung beneran dari jualan, atau cuma sisa-sisa gaji atau duit pribadi yang belum kamu pakai. Intinya, kalau kamu mau bisnis kamu naik kelas, pemisahan ini is a must.

Kenapa Keuangan Harus Dipisah

Alasan paling simpelnya adalah biar kamu tahu berapa sih untung bersih bisnis kamu. Kalau duit bisnis dan pribadi kamu jadi satu, kamu nggak bisa hitung untung rugi dengan akurat. Ibaratnya, kamu punya dua gelas: satu gelas air bersih (bisnis) dan satu gelas air kotor (pribadi). Kalau kamu tuang kedua-duanya jadi satu ember, kamu nggak akan bisa tahu seberapa bersih air di gelas pertama tadi, kan? Nah, di dunia bisnis, ini namanya mengaburkan batas profitabilitas.

Ketika kamu bayar bill listrik rumah pakai rekening bisnis, itu artinya kamu bikin expense atau pengeluaran bisnis kamu jadi lebih besar dari yang seharusnya. Sebaliknya, kalau kamu pakai duit pribadi buat beli bahan baku tanpa dicatat sebagai modal atau pinjaman ke bisnis, kamu bikin untung bisnis kamu terlihat lebih kecil. Ini bahaya banget buat pengambilan keputusan. Misalnya, kamu jadi ragu buat expand atau merekrut karyawan karena kamu kira untung kamu sedikit, padahal aslinya banyak. Atau, yang lebih parah, kamu kira kamu untung besar, padahal cash flow kamu lagi minus karena udah kamu pakai buat keperluan pribadi.

Selain itu, pemisahan ini bikin hidup kamu lebih tenang, lho. Coba bayangin pas kamu lagi ngurus pajak atau laporan keuangan akhir tahun. Kalau semua transaksi jadi satu, kamu harus scroll ribuan transaksi buat misahin mana yang personal dan mana yang business. Itu effort banget dan bikin kepala pusing. Dengan rekening yang terpisah, semua transaksi bisnis kamu ada di satu tempat. So much easier, kan?

Langkah Pertama Bikin Rekening Baru

Langkah paling nyata dan harus kamu lakukan secepatnya adalah bikin rekening bank baru. Rekening ini khusus buat bisnis kamu, titik. Jangan pernah sekalipun kamu pakai kartu debit dari rekening bisnis ini buat bayar kopi atau beli skincare kamu. Anggap aja rekening ini tuh rekening orang lain, padahal itu brand kamu sendiri.

Kenapa harus rekening bank, nggak cuma dicatat di buku aja? Karena bank itu bisa jadi third party yang ngerekam semua transaksi secara otomatis dan akurat. Semua uang masuk (penjualan) dan uang keluar (biaya operasional) langsung tercatat di statement bank. Ini bikin proses tracking dan reconciliation kamu jadi jauh lebih gampang. Kalau kamu punya bisnis yang udah punya badan hukum, bank malah akan minta dokumen legalitas buat buka rekening bisnis. Ini makin formal dan makin bagus buat kredibilitas brand kamu.

Setelah rekening bisnis kamu aktif, segera alihkan semua transaksi bisnis ke situ. Minta customer kamu transfer pembayaran ke rekening baru itu. Pakai rekening baru itu juga buat bayar supplier, gaji karyawan, sewa tempat, ads di media sosial, pokoknya semua yang berhubungan sama kegiatan operasional bisnis kamu. Duit yang masuk ke rekening bisnis harus murni dari penjualan, modal, atau investasi. Duit yang keluar harus murni buat kebutuhan bisnis.

Menggaji Diri Sendiri Ala Profesional

Ini nih bagian paling seru tapi seringkali jadi sumber masalah: gaji kamu sendiri. Sebagai owner, kamu berhak digaji. Tapi, gaji kamu ini harus diperlakukan sama seperti gaji karyawan kamu (kalau kamu punya). Jadi, tentukan dulu berapa besaran gaji bulanan yang wajar buat peran kamu di bisnis.

Misalnya, kamu tentukan gaji kamu Rp 5 juta per bulan. Nah, di tanggal gajian, kamu transfer deh tuh Rp 5 juta dari rekening bisnis ke rekening pribadi kamu. That’s it. Sejak saat itu, semua kebutuhan pribadi kamu (bayar kosan, beli pulsa, hangout, beli sneakers baru) harus dibayar pakai duit yang Rp 5 juta itu, dari rekening pribadi kamu. Rekening bisnis kamu nggak boleh lagi disentuh buat spending pribadi.


Kenapa ini penting? Karena dengan menggaji diri sendiri, kamu jadi bisa memprediksi biaya operasional bisnis kamu secara lebih stabil. Biaya gaji kamu jadi biaya tetap bulanan yang harus dipenuhi bisnis. Ini juga mendisiplinkan kamu buat hidup sesuai dengan budget pribadi, bukan budget bisnis yang fluktuatif. Sumber dari Small Business Administration (SBA) di luar negeri seringkali menekankan bahwa owner’s salary ini adalah komponen penting yang membedakan bisnis amateur dan profesional.

Kalau bisnis kamu masih merintis dan belum sanggup gaji kamu dengan angka ideal, nggak masalah. Tetapkan aja jumlah yang feasible saat ini, dan anggap itu sebagai owner's draw atau penarikan pemilik. Tapi, kuncinya adalah konsisten dan terjadwal. Jangan narik duit sesuka hati kamu setiap lagi butuh.

Mencatat Semua Pengeluaran dengan Rapi

Memisahkan rekening itu baru setengah perjalanan. Setengah lagi adalah pencatatan yang detail. Di tahun ini, banyak banget tools dan aplikasi keuangan yang user-friendly yang bisa kamu pakai, bahkan yang gratisan. Nggak perlu pakai software akuntansi yang ribet kalau bisnis kamu masih kecil. Cukup pakai spreadsheet kayak Google Sheets juga udah cukup banget.

Coba deh kamu buat dua kategori besar: Pemasukan dan Pengeluaran.

Di bagian Pemasukan, kamu catat semua sales atau penjualan. Jangan lupa tulis tanggal, deskripsi (misalnya: Penjualan via Shopee ke customer A), dan jumlahnya. Sumber dana harus jelas dari rekening bisnis.

Di bagian Pengeluaran, kamu harus lebih detail. Kategorikan pengeluaran bisnis kamu. Misalnya:

COGS (Cost of Goods Sold): Biaya bahan baku, packaging.

Biaya Operasional: Gaji, listrik, internet, sewa.

Biaya Marketing: Ads di Instagram, cetak flyer.

Biaya Lain-lain: Biaya admin bank, maintenance alat.

Setiap ada transaksi, langsung catat! Jangan tunda sampai besok atau minggu depan. Kalau kamu nunda, kamu bakal lupa detailnya. Discipline is key. Pencatatan yang rapi ini ibarat GPS buat bisnis kamu. Kamu bisa tahu ke mana aja duit kamu pergi, dan bagian mana yang bisa kamu efisiensi.

Penting juga buat kamu simpan semua bukti transaksi (struk, nota, invoice). Di era digital, kamu bisa foto semua bukti transaksi dan simpan di cloud kayak Google Drive atau Dropbox. Ini berguna banget kalau nanti ada audit atau kalau kamu mau review pengeluaran bulan lalu. Ingat, no receipt, no record!

Batasan Utang dan Pinjaman

Kadang, di tengah jalan bisnis kamu butuh tambahan modal. Nah, di sini nih godaan buat nyampur keuangan sering muncul lagi. Misalnya, kamu pakai kartu kredit pribadi buat beli stok karena limit kartu kredit bisnis kamu udah penuh. Atau, kamu mindahin duit dari tabungan pribadi kamu ke rekening bisnis tanpa ada catatan.

Kalau kamu mau minjem duit ke bisnis kamu, perlakukan itu sebagai pinjaman formal. Catat di spreadsheet kamu, misalnya: “Pinjaman Modal dari Pemilik: Rp X juta, tanggal sekian.” Tentukan juga apakah pinjaman itu harus dikembalikan atau dianggap sebagai penyertaan modal.

Begitu juga sebaliknya. Kalau bisnis kamu lagi untung gede dan kamu mau ambil sebagian duitnya, jangan asal tarik. Catat itu sebagai penarikan modal atau dividen (kalau bisnis kamu sudah badan hukum). Yang paling aman sih, tetep fokus pada gaji bulanan kamu yang stabil. Biar duit yang ada di rekening bisnis itu fokus buat diinvestasikan kembali ke bisnis (misalnya buat beli alat baru, campaign marketing baru, atau menambah stok).

Membuat perjanjian yang jelas antara kamu (sebagai individu) dan brand kamu (sebagai entitas bisnis) itu adalah praktik yang profesional. Ini membantu kamu ngeliat bisnis kamu bukan cuma sebagai hobi atau sampingan, tapi sebagai perusahaan mandiri yang harus bertanggung jawab atas keuangannya sendiri.

Intinya, memisahkan keuangan pribadi dan bisnis itu nggak ribet kok, kalau kamu punya kemauan dan disiplin buat ngelakuinnya dari awal. Ini akan jadi kebiasaan baik yang bikin cash flow kamu jadi transparan, risiko boncos gara-gara salah budgeting jadi kecil, dan yang paling penting, kamu bisa tahu secara real seberapa jauh sih bisnis kamu udah berkembang. Jangan sampai kamu capek kerja, bisnis terlihat rame, tapi kamu nggak tahu duitnya ke mana. Yuk, mulai sekarang move on dari mindset campur aduk!

image source : Unsplash, Inc.

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama
ardipedia

نموذج الاتصال