Yuk Kenali Rasa Malas vs. Overwhelm

ardipedia.com – Pernah nggak sih kamu ada di posisi ini: daftar kerjaan panjangnya udah kayak struk belanja bulanan, deadline udah melotot galak dari kalender, tapi badan kamu malah kayak patung? Cuma bisa bengong natap layar laptop yang terang, sementara di dalam kepala rasanya kosong melompong. Terus, otomatis suara di dalam hati langsung menghakimi, "Duh, dasar gue pemalas banget sih!" Kita semua pernah, kan? Memberi label ‘malas’ ke diri sendiri itu udah kayak refleks.

Tapi, coba deh kita jeda sebentar. Tarik napas dulu. Yakin itu murni rasa malas? Atau jangan-jangan, ada sesuatu yang lebih ruwet lagi yang lagi terjadi di sistem operasimu? Bisa jadi, apa yang kamu anggap sebagai kemalasan itu sebenarnya adalah sinyal SOS dari otakmu yang lagi teriak: "Woy, gue kelebihan beban!" Fenomena ini punya nama keren: overwhelm, alias rasa kewalahan yang sukses bikin kamu nge-freeze.

Nah, bisa membedakan antara ‘malas’ dan ‘overwhelm’ ini penting banget, sepenting bedain mana kopi asli mana kopi sasetan. Kelihatannya di permukaan sama: sama-sama bikin kamu nggak bisa gerak, sama-sama bikin kerjaan makin numpuk kayak gunung. Tapi, akar masalah dan obatnya beda total. Kalau kamu salah diagnosis, strategimu bisa salah sasaran, dan bukannya bangkit, kamu malah makin tenggelam dalam lumpur penundaan.


 

Artikel ini bakal jadi teman ngobrolmu buat bedah tuntas dua ‘penyakit’ ini. Kita bakal belajar bareng cara ngenalin gejalanya, ngintip apa aja pemicunya, dan yang paling penting, gue bakal kasih kamu gudang senjata praktis buat ngelawan balik. Ini bukan teori njelimet, tapi panduan santai yang bisa langsung kamu praktikkan buat kembali pegang kendali di tahun yang makin hectic ini.

Oke, biar nggak salah diagnosis, kita bedah dulu nih dua kondisi ini. Kelihatannya emang kembar siam, tapi kalau ditelisik lebih dalam, aslinya mereka beda banget. Mari kita mulai dari yang paling sering jadi kambing hitam: rasa malas.

Kalau kita lagi malas, sebenarnya kita itu sadar. Ada pilihan yang kita ambil. Di kepala tuh ada bisikan nakal, “Duh, nonton satu episode drakor lagi ah, kerjaan mah gampang, ntar juga kelar.” atau “Scrolling TikTok bentar deh, 10 menit doang.” Kamu sebenarnya punya energi fisik, badanmu nggak kenapa-kenapa, tapi secara mental rasanya berat banget buat mulai sesuatu yang ‘susah’ atau ‘ngebosenin’. Kamu secara aktif lebih memilih kesenangan instan daripada mengerjakan tanggung jawab. Intinya dari malas itu simpel: "nggak mau aja". Kamu tahu apa yang harus dilakukan, kamu juga mungkin tahu gimana caranya, tapi hasrat untuk melakukannya itu nol besar. Tapi, coba deh kalau tiba-tiba ada insentif gede, misalnya bos bilang, "Kalau kerjaan ini kelar hari ini, besok kamu boleh cuti!" atau pacar bilang, "Kalau skripsimu kelar minggu ini, kita liburan!" Ajaibnya, energi super bisa langsung muncul. Ini bukti kalau kemampuanmu buat bergerak itu ada, cuma lagi disembunyiin aja nunggu pemicu yang pas.

Nah, sekarang kita kenalan sama saudaranya yang lebih kompleks: overwhelm. Ini beda banget. Kalau overwhelm, ini bukan soal "nggak mau", tapi lebih ke "nggak tau harus mulai dari mana". Rasanya tuh kayak kamu lagi berdiri di depan tumpukan 1.000 keping puzzle yang berantakan, dan kamu bahkan nggak tau harus mulai dari kepingan yang mana. Kamu ingin bergerak, kamu ingin menyelesaikan semuanya, tapi otakmu udah keburu ‘hang’. Kondisi ini sering disebut analysis paralysis atau kelumpuhan analisis. Pikiranmu lompat-lompat dari satu tugas ke tugas lain, dari satu kekhawatiran ke kekhawatiran berikutnya, kayak ada puluhan tab browser yang kebuka barengan di otakmu dan semuanya teriak-teriak minta perhatian.

Beda dengan malas yang cenderung apatis, overwhelm seringkali datang sepaket dengan gejala fisik. Jantungmu mungkin jadi berdebar lebih kencang, napas jadi pendek, kepala pusing, atau perut terasa nggak enak. Ini adalah respons stres dari tubuhmu. Kamu merasa nggak berdaya, merasa nggak punya cukup waktu, energi, atau kemampuan buat ngeberesin semua tuntutan itu. Rasanya capek banget secara mental dan fisik, padahal kamu belum ngelakuin apa-apa. Proses mikirin semua yang harus dikerjain itu aja udah nguras energi sampai habis. Jadi, kalau kamu merasa panik, cemas, dan frustrasi karena nggak bisa bergerak, kemungkinan besar kamu lagi di zona overwhelm, bukan malas.

Lalu, apa sih yang biasanya jadi pemicu dua kondisi ini? Rasa malas seringkali muncul karena tugas yang ada di depan mata itu terasa membosankan, repetitif, atau nggak ada artinya buat kamu. Kamu nggak ngeliat manfaat langsungnya, jadi motivasi internalmu buat ngerjain ya rendah. Kadang juga ini cara otak buat ngindarin ketidaknyamanan. Siapa sih yang suka ngerjain tugas susah? Lebih gampang menghindar, kan?

Sementara itu, overwhelm biasanya dipicu oleh beban kerja yang emang udah kelewat batas. Terlalu banyak proyek, deadline yang nggak realistis, atau kamu yang nggak bisa bilang "tidak" sama permintaan orang lain. Perfeksionisme juga bisa jadi biang kerok. Keinginan buat ngerjain semuanya dengan sempurna bikin tugas jadi terasa sepuluh kali lebih berat dan menakutkan, akhirnya kamu malah jadi takut buat mulai. Lingkungan yang berantakan, baik itu meja kerja atau notifikasi digital yang nggak berhenti, juga bisa memperparah perasaan kewalahan ini.

Setelah kamu bisa bedain mana malas dan mana overwhelm, sekarang saatnya kita siapkan senjata buat ngelawan balik. Ingat, strateginya harus pas. Ngasih obat sakit kepala buat orang yang sakit perut itu nggak bakal nyambung.

Kalau kamu udah yakin seratus persen yang kamu rasain itu murni rasa malas, ini resep buat ‘nyalain’ lagi mesin motivasimu. Coba deh pakai “Aturan 2 Menit” dari James Clear. Kalau ada tugas yang bisa selesai dalam dua menit, langsung kerjain saat itu juga. Jangan ditunda. Buat tugas yang lebih gede, cari bagian paling kecil dari tugas itu yang bisa kamu mulai dalam dua menit. Misalnya, targetmu "Nulis laporan". Pecah jadi, "Buka laptop dan buka file Word-nya". Udah. Seringkali, hambatan terbesar itu ada di langkah pertama. Sekali kamu udah mulai, biasanya jadi lebih gampang buat lanjut. Cara lain adalah dengan ‘nge-hack’ tugasmu biar jadi lebih asyik. Gue pribadi, kalau lagi males banget beres-beres kamar, gue suka setel playlist lagu yang enerjik kenceng-kenceng, terus gue anggap beres-beres itu lagi syuting video klip. Aneh? Mungkin. Ngaruh? Banget. Kamu juga bisa janjiin diri sendiri sebuah reward. Misalnya, "Oke, gue bakal fokus kerja selama 30 menit, setelah itu gue boleh makan es krim." Ciptakan insentif kecil buat dirimu sendiri.

Sekarang, gimana kalau yang kamu hadapi itu si overwhelm? Kalau ini masalahnya, kamu nggak butuh cambuk, kamu butuh peta. Kuncinya adalah mengurai benang kusut di kepalamu jadi untaian yang jelas. Langkah pertama yang paling ampuh adalah lakukan ‘ritual muntahin isi kepala’ atau brain dump. Ambil selembar kertas kosong atau buka aplikasi catatan, terus tulis SEMUA hal yang ada di pikiranmu. Semua tugas, ide, kekhawatiran, dari yang paling penting sampai yang paling sepele. Jangan disaring, jangan diurutin, pokoknya keluarin aja semuanya sampai otakmu terasa lebih lega.

Setelah semua isi kepalamu tumpah di kertas, pilih satu tugas yang kelihatannya paling besar dan menakutkan. Terus, pecah tugas raksasa itu jadi langkah-langkah super duper kecil, bahkan sampai terkesan konyol. Misalnya, tugasmu "Menyiapkan presentasi penting". Pecah jadi: 1. Buka aplikasi presentasi. 2. Buat file baru dan kasih judul. 3. Bikin slide pertama, tulis judul presentasinya aja. 4. Cari satu gambar yang relevan di internet. 5. Tulis tiga poin utama di slide kedua. Tujuannya adalah membuat setiap langkah jadi sangat mudah dan nggak mengintimidasi, sehingga kamu nggak punya alasan buat nggak mulai.

Kalau daftar tugasmu masih kelihatan banyak, sekarang saatnya jadi manajer buat dirimu sendiri. Pilah-pilah tugasmu. Mana yang penting dan mendesak? Kerjain itu dulu. Mana yang penting tapi nggak mendesak? Jadwalkan. Mana yang nggak penting tapi mendesak? Coba delegasiin kalau bisa. Dan yang nggak penting sekaligus nggak mendesak? Coret aja dari daftar, nggak usah dipikirin. Setelah itu, pilih HANYA SATU tugas kecil buat dikerjakan. Lupakan yang lain untuk sementara. Fokuskan seluruh energimu ke satu hal itu.

Teknik Pomodoro juga bisa jadi dewa penolong di sini. Caranya gampang: setel timer selama 25 menit. Selama 25 menit itu, kamu berkomitmen buat fokus penuh ke satu tugas kecil yang udah kamu pilih. Nggak ada cek HP, nggak ada buka media sosial. Begitu timer bunyi, kamu wajib istirahat 5 menit. Lakuin apa aja yang kamu suka. Setelah empat putaran Pomodoro, ambil istirahat yang lebih panjang, sekitar 15-30 menit. Metode ini ngebantu mecah waktu kerja jadi potongan-potongan yang lebih manusiawi dan ngurangin rasa tertekan. Dan yang terpenting, kalau kamu merasa bebanmu udah nggak masuk akal, belajarlah buat bilang "tidak" atau minta bantuan. Itu bukan tanda kelemahan, justru itu tanda kalau kamu pintar mengelola energimu.

Kenapa sih diagnosis yang tepat ini krusial banget? Bayangin aja kamu lagi overwhelm, otakmu udah penuh sesak, tapi kamu malah maki-maki diri sendiri, "Ayo gerak, dasar pemalas!" Itu sama aja kayak kamu lagi nyiram bensin ke api yang udah berkobar. Kamu bakal makin stres, makin cemas, dan makin nggak bisa bergerak. Yang kamu butuhkan saat itu bukan paksaan, tapi arahan dan pemecahan masalah. Sebaliknya, kalau kamu lagi malas, tapi malah kamu perlakukan kayak overwhelm dengan bikin jadwal super rumit dan mikir berlebihan, kamu cuma buang-buang waktu. Padahal yang kamu butuhin mungkin cuma dorongan kecil atau secangkir kopi.

Pada akhirnya, ini semua bukan cuma tentang cara mengatasi saat masalahnya datang, tapi juga tentang membangun sistem pertahanan diri biar nggak gampang kena. Ini tentang merawat dirimu sendiri. Pastikan kamu cukup tidur, karena otak yang lelah adalah sarang kemalasan dan kecemasan. Makan yang bener, karena tubuhmu butuh bahan bakar yang berkualitas. Jadwalkan waktu istirahat secara sengaja, jangan tunggu sampai kamu burnout. Waktu buat main, nonton, atau sekadar rebahan tanpa rasa bersalah itu sama pentingnya dengan waktu buat kerja.

Jadi, intinya, berhenti jadi hakim yang paling kejam buat dirimu sendiri. Setiap kali kamu merasa stuck dan nggak bisa bergerak, ambil jeda. Alih-alih langsung menghakimi, coba tanya dengan lembut ke dirimu sendiri: "Hei, apa yang sebenarnya lagi aku rasain sekarang? Apakah ini malas, atau ini overwhelm?"

Jawaban jujur dari pertanyaan itu adalah kunci yang akan membuka pintu solusi yang tepat. Kalau kamu malas, kamu butuh percikan api motivasi. Kalau kamu overwhelm, kamu butuh peta untuk menavigasi kekacauan. Dengan mengenali dirimu lebih baik, bersikap lebih baik pada dirimu sendiri, dan menerapkan strategi yang pas, kamu akan sadar kalau kamu jauh lebih kuat dari perasaan ‘terjebak’ itu. Kamu bisa kok menaklukkan tantanganmu dan bergerak maju, satu langkah kecil pada satu waktu.

 

 

image source : Unsplash, Inc.  

 

 

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال