ardipedia.com – Pernah nggak sih kamu ngerasa media sosial tuh isinya kompetisi? Siapa yang paling sering traveling ke luar negeri, siapa yang paling baru ganti gadget, atau siapa yang paling heboh pamer mobil mewah? Rasanya kayak semua orang berlomba nunjukkin kalau hidup mereka tuh sempurna banget, padahal aslinya, capek nggak sih pura-pura? Nah, kabar baiknya, ada tren baru yang lagi happening banget dan justru kebalikan dari semua kegaduhan pamer-pameran itu: Gaya Hidup Tenang atau sering juga disebut Quiet Living atau Slow Living. Ini bukan cuma soal liburan ke gunung biar kelihatan estetik, lho. Ini adalah cara hidup yang lebih mindful, low profile, dan fokus pada apa yang beneran bikin kamu bahagia, bukan apa yang bikin orang lain terkesan.
Intinya, kita lagi ngomongin tentang anti-fleksi alias berhenti pamer. Dunia udah terlalu bising dengan teriakan "Lihat gue! Hidup gue keren banget!". Sekarang saatnya kita pelan-pelan putar haluan ke bisikan yang bilang, "Hidup gue tenang, dan itu udah cukup." Gaya hidup ini lagi naik daun karena banyak dari kita yang udah burnout sama tekanan buat selalu tampil on dan sukses versi orang lain. Jadi, kalau kamu capek sama drama flexing, artikel ini pas banget buat kamu. Kita bakal kupas tuntas gimana caranya adopsi gaya hidup yang lebih adem ini dengan cara yang nyaman dan nggak maksa. Ingat, ini bukan panduan hidup, ini cuma sharing ide biar hidup kamu bisa lebih nyaman dan otentik.
Kenapa "Tenang" Jadi Barang Mewah Baru
Coba deh pikirin, apa sih yang bener-bener mahal di era sekarang? Bukan jam tangan berlian, bukan tas branded edisi terbatas. Yang bener-bener langka dan mahal adalah ketenangan pikiran dan waktu luang yang nggak diinterupsi notifikasi. Dulu, orang pamer kekayaan materi. Sekarang, trennya bergeser. Orang yang bener-bener "kaya" adalah mereka yang punya kontrol atas waktu dan energinya. Mereka nggak perlu validasi dari likes atau komentar di media sosial.
Gue pernah ngobrol sama beberapa teman yang dulunya getol banget pamer liburan dan barang, tapi sekarang mereka malah fokus ngilang sejenak dari media sosial. Mereka bilang, capek lari di treadmill yang nggak ada ujungnya. Semakin kamu pamer, semakin kamu merasa harus pamer lagi, dan itu bikin hidup jadi kosong. Akhirnya, mereka sadar kalau kebahagiaan itu ada di hal-hal kecil, yang sayangnya, sering nggak fotogenik buat di-upload. Misalnya, menikmati kopi pagi tanpa scroll TikTok, baca buku beneran daripada cuma lihat review-nya, atau sekadar punya waktu buat bengong lihat langit.
Tren ini juga didukung oleh pergeseran nilai. Generasi kita, Gen Z, makin sadar bahwa kesehatan mental itu penting banget. Flexing itu seringnya cuma topeng buat nutupin kecemasan atau insecurity. Ketika kamu berhenti flexing, kamu ngasih izin ke diri sendiri buat jadi diri sendiri yang apa adanya. Jadi, ketika kamu lihat ada temen kamu yang tiba-tiba feed-nya sepi, mungkin dia nggak lagi "jatuh miskin", tapi dia lagi investasi ke ketenangan batinnya. Itu keren, lho. Itu tanda kalau dia udah level up dalam hal kedewasaan emosional.
Trik Low Profile Anti-Flexing yang Bikin Hidup Lebih Chill
Oke, sekarang ke bagian yang paling seru: gimana sih caranya adopsi gaya hidup tenang ini tanpa harus pindah ke desa terpencil atau jadi pertapa? Ini beberapa trik yang bisa kamu coba, santai aja, nggak ada yang wajib diikuti. Ambil aja yang cocok sama vibe kamu.
Terapkan "Keuangan Senyap"
Ini konsep yang keren banget. Intinya, kamu punya keuangan yang sehat dan stabil tapi nggak perlu ada satu pun orang di dunia maya yang tahu. Beda sama flexing kekayaan yang bikin kamu rentan sama omongan orang atau bahkan kejahatan, keuangan senyap bikin kamu aman dan bebas.
Contohnya begini: kamu mungkin udah punya investasi yang lumayan, atau kamu lagi nabung buat DP rumah, tapi kamu nggak perlu story setiap kali kamu top up reksa dana atau pas kamu lagi konsultasi sama perencana keuangan. Uang itu alat buat mencapai kenyamanan, bukan alat buat show-off. Fokus kamu adalah kebebasan finansial pribadi, bukan popularitas finansial di media sosial. Kalau kamu udah ngerasa aman secara finansial, energi kamu nggak akan habis buat khawatir atau iri lihat flexing orang lain. Sumber: Konsep ini banyak dibahas di kalangan financial literacy yang fokus ke kesehatan mental finansial.
Kurangi "Beban Pandangan Orang Lain"
Salah satu alasan utama orang flexing adalah karena mereka hidup di bawah tekanan buat terlihat berhasil di mata orang lain. Coba deh, mulai sekarang, identifikasi, siapa sih yang paling kamu coba impressed? Apakah itu mantan, teman SMA, atau followers yang nggak kamu kenal?
Langkah pertama adalah bersihkan circle media sosial kamu. Unfollow akun-akun yang bikin kamu insecure atau akun yang isinya cuma pamer. Ganti feed kamu dengan konten yang beneran menginspirasi atau mengedukasi (kayak Ardipedia, ehem). Lalu, tentukan batas antara hidup kamu yang beneran dan "hidup versi media sosial". Nggak semua momen worth buat di-upload. Momen yang paling berharga seringkali adalah momen yang nggak sempat kamu pegang HP buat foto. Mulai hargai privasi sebagai kemewahan. Ingat, apa yang orang lain pikirkan tentang kamu itu bukan urusan kamu. Sumber: Psikologi sosial banyak membahas tentang social comparison theory yang menunjukkan betapa merugikannya terus-menerus membandingkan diri.
Adopsi Gaya Konsumsi yang "Minimalis Hati-Hati"
Ini bukan berarti kamu harus jadi super minimalis yang cuma punya sepuluh barang, ya. Gaya hidup tenang mendorong kamu buat berpikir ulang sebelum membeli. Tanyakan ke diri kamu: Apakah gue beneran butuh barang ini? Atau gue cuma pengen biar bisa di-unboxing di story?
Ganti mindset dari kuantitas ke kualitas dan fungsi. Beli barang yang tahan lama, yang beneran kamu suka, dan yang mendukung kegiatan kamu. Kalau kamu beli barang branded, biarlah itu karena kamu beneran suka desain dan kualitasnya, bukan karena logonya bakal bikin orang lain terkesima. Ini juga berlaku buat pengalaman. Nggak perlu traveling ke lima negara dalam setahun kalau itu bikin kamu stress dan utang. Pilih satu tempat yang beneran pengen kamu nikmati, lalu nikmati setiap detiknya tanpa perlu mikirin caption yang pas. Sumber: Prinsip konsumsi yang lebih mindful ini makin populer, sejalan dengan tren sustainability dan anti-konsumerisme yang lebih sehat.
Fokus pada "Kekayaan Pengalaman Internal"
Ini bagian inti dari Gaya Hidup Tenang. Kita nggak lagi fokus sama apa yang bisa kita tunjukkan ke luar, tapi fokus sama apa yang kita rasakan di dalam. Ini tentang membangun kekayaan batin yang nggak bisa dicuri atau di-copy-paste.
Deep Work versus Shallow Work
Dalam konteks pekerjaan atau belajar, coba deh fokus pada kualitas daripada volume jam kerja yang kamu pamerkan. Banyak orang flexing dengan pamer screenshot kerja sampai larut malam (disebut hustle culture), padahal seringnya itu cuma kerja dangkal atau shallow work yang penuh gangguan.
Gaya hidup tenang menyarankan kerja mendalam atau deep work. Kamu fokus total pada satu tugas penting selama waktu tertentu, lalu setelah itu kamu benar-benar istirahat. Nggak ada lagi pamer begadang atau multitasking yang bikin kamu nggak fokus. Hasilnya? Kualitas kerja kamu naik, dan waktu istirahat kamu jadi berkualitas juga. Ini jauh lebih keren daripada pamer jam kerja yang panjang tapi hasilnya biasa aja. Sumber: Konsep Deep Work yang dipopulerkan oleh Cal Newport ini sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi burnout.
Koneksi yang Otentik dan Bukan Networking Dangkal
Pikirkan ini: Lebih baik punya 5 teman yang beneran tulus dan siap dengerin kamu kapan aja, atau punya 500 koneksi di LinkedIn yang nggak akan bantu kamu pas kamu lagi kesulitan?
Gaya hidup tenang memprioritaskan kualitas hubungan. Berhenti flexing pertemanan dengan public figure atau pamer networking di acara-acara fancy. Alihkan energi itu buat bener-bener hadir saat kamu sama orang yang kamu sayang. Taruh HP, dengerin cerita mereka, dan bangun koneksi yang dalam. Koneksi yang otentik adalah sumber dukungan emosional yang paling kuat dan anti-pamer. Ini adalah kekayaan yang nggak perlu diiklankan. Sumber: Penelitian dalam psikologi positif secara konsisten menunjukkan bahwa hubungan sosial yang berkualitas adalah prediktor utama kebahagiaan jangka panjang.
Ritual Kecil yang Bikin Hati Adem
Gaya hidup tenang sangat menghargai rutinitas atau ritual kecil yang tujuannya cuma buat recharge diri sendiri. Ini bisa apa aja: journaling 15 menit setiap pagi, meditasi singkat sebelum tidur (nggak perlu pamer kalau kamu lagi meditasi, lho), atau menikmati proses bikin kopi manual yang butuh kesabaran.
Ritual ini adalah jangkar kamu di tengah kegaduhan. Itu adalah waktu yang kamu dedikasikan buat diri sendiri tanpa perlu output yang bisa diukur atau di-upload. Ini adalah bentuk self-care yang paling murni dan low profile. Tujuannya cuma satu: bikin kamu ngerasa utuh dan tenang. Ketika kamu utuh dari dalam, kamu nggak akan butuh validasi dari luar.
Pada akhirnya, Gaya Hidup Tenang ini bukan cuma tren sesaat, tapi sebuah reaksi alami terhadap dunia yang terlalu cepat dan terlalu menuntut. Ini adalah pengakuan bahwa bahagia itu bukan event besar yang harus dirayakan dengan fireworks dan diabadikan dalam story Instagram, tapi sebuah keadaan yang kita temukan setiap hari dalam kesederhanaan.
Berhenti flexing adalah langkah pertama buat membebaskan diri kamu dari perbandingan yang nggak ada habisnya. Ketika kamu nggak perlu lagi pura-pura, energi kamu yang tadinya habis buat acting bisa kamu pakai buat hal-hal yang beneran penting: tumbuh, belajar, mencintai, dan menikmati hidup kamu yang otentik.
Ingat, ini bukan berarti kamu nggak boleh senang-senang atau nggak boleh berbagi kabar baik. Tentu aja boleh! Tapi, sekarang kamu melakukannya karena kamu mau, bukan karena kamu merasa wajib buat impressed orang lain.
Low profile itu bukan berarti nggak punya apa-apa, tapi punya segalanya yang kamu butuhkan, tapi nggak perlu semua orang tahu. Itu keren, itu dewasa, dan itu adalah tren yang beneran bikin hidup kamu lebih bermakna. So, siap buat jadi silent achiever yang hatinya adem?
image source : Unsplash, Inc.