Sindrom Pria "Nice Guy": Sebenarnya Baik atau Manipulatif?

ardipedia.com – Coba deh kamu ingat-ingat. Kamu pasti pernah ketemu tipe cowok yang super baik, effort-nya maksimal, selalu ada buat kamu, pokoknya kelihatan kayak pria idaman di telenovela. Tapi, anehnya, setelah semua kebaikan itu dia kasih, kok dia sering banget mengeluh kalau usahanya nggak dihargain? Atau, kok dia jadi gampang baper dan marah kalau kamu nggak merespons sesuai harapannya?

Nah, kamu mungkin lagi berhadapan sama apa yang sering banget dibahas di circle pertemanan atau di media sosial: Sindrom Pria "Nice Guy".

Stop dulu, kita lurusin. Artikel ini bukan buat nge-judge siapa pun, apalagi bilang kalau semua cowok baik itu manipulatif. Sama sekali bukan! Kita cuma mau membongkar layer di balik kebaikan yang kadang terasa berat dan berbau transaksi ini. Ini penting buat kamu cewek biar nggak kejebak, dan penting buat kamu cowok biar bisa membedakan mana kebaikan yang tulus dan mana kebaikan yang punya agenda tersembunyi. Karena pada dasarnya, menjadi orang baik yang tulus itu keren, tapi menggunakan kebaikan sebagai alat itu nggak banget.

Kita akan bedah kenapa vibe dari "Nice Guy" ini seringkali bikin awkward dan kenapa ending-nya malah jadi bumerang buat dia dan orang di sekitarnya. Jadi, siapin pikiran terbuka kamu, kita deep dive ke dalam isu yang relate banget sama dinamika hubungan di tahun ini.

Definisi The Nice Guy Beda Tipis Dengan The Genuine Good Guy

Seringkali, kita menyamakan "Nice Guy" dengan "Genuine Good Guy" (pria baik yang tulus). Padahal, keduanya beda banget.

Genuine Good Guy adalah cowok yang memang punya integritas. Dia melakukan hal baik karena itu adalah value dia, bukan karena dia mengharapkan balasan apa-apa. Dia menolong, dia sopan, dia menghargai orang lain secara default. Kalau dia kasih bantuan, dia nggak akan mencatat kebaikan itu di buku utang kamu. Dia tulus dan dewasa dalam mengelola emosi.

Nah, "Nice Guy" yang bermasalah itu adalah cowok yang menggunakan label "baik" sebagai strategi. Gue ibaratin, dia datang dengan kostum superhero yang kelihatannya pahlawan, tapi di balik kostum itu, dia punya kalkulator yang terus menghitung: "Aku udah kasih ini, aku udah temenin dia segini lama, jadi aku berhak dapat apa?"

Kunci perbedaannya ada di Motif. Pria "Nice Guy" seringkali bertindak baik bukan karena empati yang tulus, tapi karena keinginan untuk diterima, disukai, atau mendapatkan reward (biasanya dalam bentuk hubungan romantis atau sex). Kebaikan dia itu bersyarat, atau kondisional. Ketika syarat itu nggak terpenuhi, topeng kebaikannya lepas, dan yang muncul adalah rasa marah, kecewa, atau self-pity (kasihan pada diri sendiri).


Behind The Scene Kenapa Nice Guy Melakukan Itu

Kenapa sih seorang pria bisa terjebak dalam sindrom "Nice Guy" ini? Ini bukan soal dia jahat, tapi ini lebih sering soal luka batin dan pola asuh yang salah.

1. Harga Diri yang Rapuh (Low Self-Esteem). Pria "Nice Guy" seringkali punya harga diri yang rendah dan sangat tergantung pada validasi dari luar. Mereka merasa bahwa mereka nggak cukup berharga kalau nggak melakukan sesuatu yang hebat atau 'baik' buat orang lain. Jadi, kebaikan itu dipakai sebagai alat transaksi untuk "membeli" value atau kasih sayang. Mereka berpikir, "Kalau aku cukup baik, dia pasti akan suka sama aku."

2. Takut Sama Penolakan (Fear of Rejection). Salah satu ketakutan terbesar mereka adalah ditolak. Dengan menjadi "terlalu baik" atau "terlalu membantu", mereka secara nggak sadar berusaha memblokir kemungkinan penolakan. Mereka percaya, nggak mungkin orang menolak seseorang yang sudah berbuat sebanyak itu. Ketika penolakan itu tetap datang, rasa sakitnya jadi double karena kebaikan mereka seolah-olah sia-sia.

3. Kurangnya Batasan Diri (Lack of Boundaries). Pria "Nice Guy" seringkali nggak bisa bilang tidak. Mereka akan setuju untuk melakukan apa pun, bahkan yang merugikan diri sendiri, demi menjaga imej mereka sebagai "orang baik". Ini membuat mereka gampang diinjak-injak atau dimanfaatkan. Ujung-ujungnya, mereka membangun dendam diam-diam karena merasa dimanfaatin, padahal mereka sendiri yang nggak pasang batas.

4. Ekspresi Emosi yang Nggak Sehat. Mereka sering diajarkan (secara eksplisit atau implisit) kalau marah atau sedih itu nggak jantan. Jadi, mereka menekan emosi negatif mereka dan menggantinya dengan perilaku super ramah. Emosi negatif yang tertekan ini nggak hilang, lho. Dia cuma menumpuk dan siap meledak dalam bentuk passive-aggressive behavior (marah pasif) atau ledakan amarah saat harapan mereka nggak terpenuhi.

Ketika Kebaikan Berubah Menjadi Manipulasi

Ini adalah bagian yang paling krusial. Kebaikan "Nice Guy" bisa berubah jadi manipulatif tanpa mereka sadari.

1. Guilt-Tripping (Membuat Merasa Bersalah). Ini adalah senjata andalan mereka. Setelah mereka melakukan kebaikan, mereka akan mengingatkannya saat kamu nggak melakukan apa yang mereka mau. Contohnya, "Aku sudah jagain kamu semalaman waktu kamu sakit, kok kamu malah hangout sama cowok lain?" Kalimat ini membuat kamu merasa bersalah karena seolah-olah kamu berutang balasan romantis ke dia. Padahal, kebaikan yang tulus nggak perlu ditagih.

2. Passive Aggressive. Mereka nggak akan bilang secara langsung kalau mereka marah. Mereka akan menunjukkan kemarahan secara halus atau pasif, seperti tiba-tiba diam, mengirim chat sindiran, atau mengunggah story galau yang isinya tentang "orang baik yang selalu disakiti". Tujuannya? Biar kamu capek menebak dan akhirnya mengikuti kemauan mereka untuk menghentikan drama tersebut.

3. The Friendzone Trap. Ini adalah keluhan paling umum. "Aku udah baik banget, kok malah di-friendzone?" Mereka masuk ke hubungan pertemanan dengan niat tersembunyi (berharap berubah jadi pacaran). Ketika niat itu nggak kesampaian, mereka nggak bisa menerima kalau kamu cuma mau berteman. Mereka merasa dikhianati karena investasi kebaikan mereka dianggap gagal. Ingat ya, pertemanan itu bukan gerbang masuk wajib menuju pacaran. Kalau kamu mau hubungan romantis, bilang aja dari awal dengan gentle dan siap menerima penolakan secara dewasa.

4. Victim Narrative. Ketika mereka ditolak, mereka akan langsung mengambil peran korban. Mereka menyalahkan gadis-gadis yang katanya "suka cowok bad boy", menyalahkan masyarakat, dan menolak untuk melihat kekurangan diri sendiri atau alasan kenapa mereka ditolak (yang mungkin karena kurangnya chemistry atau tekanan yang mereka berikan). Mereka nggak mau mengakui bahwa orang lain berhak memilih siapa pun yang mereka mau.

The Real Glow Up Jadi Pria yang Low Profile dan Tulus

Buat kamu para pria yang mungkin membaca ini dan nggak sengaja punya beberapa ciri di atas, ini adalah wake-up call yang friendly. Nggak ada kata terlambat buat berubah. Glow up yang beneran itu adalah menjadi tulus tanpa berharap balasan.

1. Bangun Harga Diri dari Dalam. Fokus pada skill, hobbies, dan value diri kamu. Pria yang percaya diri itu nggak perlu membeli perhatian dengan kebaikan berlebihan. Dia tahu value-nya, dan dia tenang. Value kamu harusnya datang dari capaian dan integritas kamu, bukan dari seberapa banyak orang yang suka sama kamu.

2. Set Boundaries Tegas. Belajar bilang "tidak" tanpa rasa bersalah. Nggak semua orang harus kamu tolong. Jaga waktu dan energi kamu. Ketika kamu menolong, pastikan itu karena kamu mau, bukan karena kamu takut orang lain akan marah atau nggak suka. Pria yang dihormati adalah pria yang jelas batasan-batasannya.

3. Own Your Intentions. Kalau kamu tertarik sama seseorang, jangan ngumpet di balik label teman. Bersikaplah jujur dan gentle tentang niat romantis kamu. Kalau ditolak? Terima dengan dewasa. Move on itu jauh lebih cool daripada ngambek dan ngedrama karena di-friendzone.

4. Kelola Emosi Negatif dengan Sehat. Kalau kamu marah, akui dan deal with it. Cari cara yang sehat buat channeling amarah atau frustrasi kamu, misalnya olahraga, journaling, atau ngobrol sama teman yang kamu percaya. Jangan jadikan kebaikan sebagai alat tekan buat menyembunyikan amarah kamu. Pria yang dewasa adalah pria yang mengakui dan mengelola semua jenis emosi, bukan cuma yang happy-happy doang.

Pada akhirnya, kebaikan yang genuine itu nggak akan pernah menuntut balasan. Kebaikan yang tulus itu ringan, nggak pake drama, dan nggak bikin orang lain merasa berutang.

Jadi, berhentilah berusaha menjadi "Nice Guy" yang palsu, dan mulailah menjadi pria baik yang genuine dan low profile. Itu adalah level up yang sebenarnya.

image source : Unsplash, Inc.

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama
ardipedia

نموذج الاتصال