ardipedia.com – Coba jujur, siapa di sini yang scroll Instagram atau TikTok terus tiba-tiba merasa harus ganti semua isi kulkas? Tiba-tiba semua orang bilang susu oat itu wajib ada di kopi harian, gluten itu musuh kesehatan, atau intermittent fasting adalah satu-satunya cara buat body goals. Rasanya kayak ada tren makanan baru tiap minggu, dan kamu jadi bingung, “Ini benar-benar bagus buat kesehatan gue, atau cuma gimmick marketing?”
Santai. Kamu gak sendirian. Dunia diet dan kesehatan itu memang kayak labirin, penuh info simpang siur. Apalagi di era digital ini, informasi datang dari mana-mana: influencer kesehatan, teman yang baru coba diet ketat, sampai website yang jual suplemen. Tujuan artikel ini bukan buat ngajarin kamu, tapi buat ngebongkar mitos dan fakta di balik tren-tren ini. Biar kamu bisa ambil keputusan sendiri yang paling pas buat badanmu, bukan cuma ikut-ikutan. Kita kupas tuntas beberapa diet dan makanan kekinian yang lagi viral di tahun ini. Siap? Gaskeuun!
Susu Nabati Bukan cuma Tren Gaya Hidup
Susu nabati kayak susu oat, almond, atau soy itu sekarang sudah jadi staple di mana-mana. Mau ke coffee shop mana pun, pasti ada opsi buat ngganti susu sapi ke susu nabati. Dulu, ini identik sama orang yang vegan atau punya intoleransi laktosa. Sekarang? Jadi pilihan default banyak anak muda. Tapi, apa faktanya?
Memang benar, banyak orang dewasa punya intoleransi laktosa—kesulitan mencerna gula alami yang ada di susu sapi. Kalau kamu sering kembung, perut begah, atau diare setelah minum susu biasa, mungkin kamu termasuk. Jadi, ngganti ke susu nabati itu solusi yang logis dan sehat.
Nah, khusus susu oat, kenapa dia booming banget? Rasa dan teksturnya itu paling mirip susu sapi, creamy, dan gak terlalu mengubah rasa kopi. Tapi, ada yang perlu kamu tahu. Susu oat (dan kebanyakan susu nabati lain) itu rendah protein dibandingkan susu sapi. Gak cuma itu, beberapa merek susu nabati yang sudah siap minum itu sering ditambah gula atau pengental untuk meningkatkan rasa dan tekstur. Jadi, kalau kamu minum susu oat tiap hari, coba cek label nutrisinya. Pastikan gulanya rendah atau bahkan zero sugar. Kalau kamu gak ada masalah dengan laktosa dan lagi butuh asupan protein, susu sapi full-fat yang plain itu sebenarnya jauh lebih kaya nutrisi alami. Intinya, jangan cuma karena hype, tapi cek kebutuhan nutrisi dan reaksi badanmu.
Mitos dan Realita Diet Gluten-Free
Coba deh kamu perhatikan, di supermarket atau bakery sekarang banyak banget produk dengan label Gluten-Free. Mulai dari roti, pasta, sampai snack ringan. Tren ini bikin banyak orang berasumsi kalau gluten itu jahat dan nggak sehat buat semua orang. Padahal, faktanya gak se-ekstrem itu, guys.
Gluten adalah protein yang ada di gandum, barley, dan rye. Tren gluten-free ini awalnya memang ditujukan buat mereka yang punya masalah kesehatan serius, yaitu Penyakit Celiac. Ini adalah kondisi autoimun di mana tubuh gak bisa mentolerir gluten, dan konsumsinya bisa merusak usus kecil. Ada juga yang mengalami sensitivitas gluten non-celiac, di mana mereka merasa gak nyaman (begah, nyeri) setelah makan gluten, meski gak sampai merusak usus.
Nah, kalau kamu gak punya dua kondisi di atas, menghindari gluten itu gak otomatis bikin kamu lebih sehat atau lebih kurus. Kenapa? Karena banyak produk gluten-free justru:
Mengandung gula dan lemak tambahan untuk menggantikan rasa dan tekstur yang hilang karena gak ada gluten.
Rendah serat karena gak menggunakan gandum utuh (yang kaya serat).
Harganya lebih mahal.
Gue ibaratkan gini: Nggak semua keyboard RGB itu bagus buat kerja. Sama kayak gak semua yang gluten-free itu otomatis lebih sehat. Kalau kamu gak ada masalah, makan gandum utuh malah sumber serat, vitamin B, dan mineral yang bagus banget. Jadi, gak perlu takut sama gluten kalau badanmu fine-fine saja. Fokusnya harusnya ke kualitas makananmu secara keseluruhan, bukan cuma label gluten-free di kemasan.
Intermittent Fasting Pola Makan atau Tren Diet Cepat
Intermittent Fasting (IF) atau puasa berselang itu juga gak kalah hits. Pola makan ini intinya bukan tentang apa yang kamu makan, tapi kapan kamu makan. Ada yang populer 16:8 (puasa 16 jam, makan di jendela 8 jam), ada yang Eat-Stop-Eat, dan lain-lain. Banyak yang bilang IF bisa bantu turun berat badan, meningkatkan fungsi otak, dan bahkan memperpanjang umur.
Secara ilmiah, IF bisa efektif buat turun berat badan karena secara alami kamu jadi ngurangin kalori yang masuk. Ketika kamu punya waktu makan yang terbatas, otomatis kamu gak sempat ngemil malam atau sarapan terlalu banyak. Selain itu, ada teori tentang metabolic switching di mana tubuh mulai membakar lemak setelah cadangan gula (glikogen) habis.
Tapi, IF bukan buat semua orang. Kalau kamu punya riwayat penyakit tertentu (terutama diabetes), punya masalah eating disorder, atau lagi hamil, ini bisa jadi gak aman. Selain itu, IF itu nggak boleh jadi alasan buat makan ngawur pas jam makan. Misalnya, puasa 16 jam, terus pas jam makan kamu ngegas makan junk food dan minuman manis. Itu sama aja boong. Hasilnya gak akan optimal, dan kamu malah kekurangan nutrisi penting.
Penting diingat, IF itu alat, bukan tujuan. Kalau kamu gak suka skip sarapan atau merasa gak fokus saat puasa, gak usah dipaksakan. Kamu masih bisa turun berat badan dengan defisit kalori biasa. Intinya, cari pola makan yang berkelanjutan dan gak bikin kamu menderita. Diet itu harusnya mendukung hidupmu, bukan sebaliknya.
Makanan Fermentasi The Good Bacteria
Beberapa tahun belakangan, makanan dan minuman fermentasi kayak kombucha, kefir, atau sauerkraut (kubis fermentasi) lagi naik daun banget. Kenapa? Karena mereka kaya akan probiotik, alias bakteri baik yang penting buat kesehatan ususmu.
Usus itu gak cuma tempat mencerna makanan, lho. Usus sering disebut otak kedua karena punya peran gede dalam sistem imun dan bahkan mood kamu. Kalau bakteri baik di ususmu seimbang, nggak cuma pencernaan yang lancar, tapi tubuhmu juga jadi lebih kuat lawan penyakit.
Kombucha (teh fermentasi) itu salah satu yang paling populer. Rasanya segar, agak asam, dan punya fizz alami. Tapi, sama kayak susu nabati, cek lagi kandungan gulanya. Banyak kombucha komersial itu manis banget, yang berarti gulanya tinggi. Kalau gulanya kebanyakan, manfaat probiotiknya jadi gak maksimal.
Kalau kamu mau coba, yoghurt plain tanpa gula atau kefir (susu fermentasi) itu pilihan yang bagus dan lebih terjangkau. Intinya, coba masukin makanan fermentasi secara bertahap dalam menu harianmu. Jangan berharap langsung ada perubahan instan, karena kesehatan usus itu butuh waktu buat dibangun.
Tren Superfood
Setiap tahun, pasti ada satu atau dua superfood baru yang viral. Dulu biji chia, sekarang mungkin matcha atau açaí berry. Makanan ini dijuluki super karena dipercaya punya konsentrasi nutrisi (vitamin, antioksidan) yang super tinggi.
Memang benar, makanan kayak açaí itu kaya antioksidan. Tapi, kamu gak perlu makan superfood mahal dari pelosok dunia buat jadi sehat. Kenapa? Karena manfaat yang sama atau bahkan lebih baik bisa kamu dapat dari buah dan sayur lokal yang harganya gak bikin dompet menangis. Misalnya, antioksidan yang ada di blueberry juga ada di buah naga atau manggis lokal. Serat yang ada di biji chia juga bisa kamu dapat dari kacang-kacangan atau oatmeal biasa.
Gue sering lihat orang rela bayar mahal buat superfood impor, tapi sehari-hari tetep makan makanan cepat saji atau snack ngasal. Itu sama saja bohong. Kesehatan itu gak diukur dari satu bahan makanan yang mahal. Kesehatan itu tentang pola makan yang konsisten, seimbang, dan beragam. Jangan sampai tren superfood bikin kamu mengabaikan makanan lokal yang jauh lebih terjangkau dan tetap bernutrisi.
Dunia diet itu gak perlu serumit nonton film thriller yang alurnya belibet. Semua tren diet kekinian—susu oat, gluten-free, IF—itu punya dasar ilmiah dan manfaatnya masing-masing. Tapi, gak ada satu pun yang solusi tunggal buat semua orang.
Pesan terpenting yang harus kamu bawa pulang:
Kenali badanmu sendiri. Apakah kamu benar-benar intoleran laktosa? Apakah gluten bikin perutmu nggak enak? Dengarkan sinyal dari tubuh, jangan cuma dengarkan influencer.
Baca label nutrisi. Ini penting banget. Jangan termakan label keren di depan (kayak low fat atau gluten-free). Cek gula, lemak, dan sodium yang tersembunyi.
Fokus pada balance dan konsistensi. Diet terbaik adalah yang bisa kamu jalani seumur hidup. Nggak perlu ekstrem. Banyakin sayur, buah, protein, dan karbohidrat kompleks. Nggak usah stress kalau sesekali makan junk food. Yang penting pola makan harianmu itu sudah baik.
Sehat itu gak harus mahal, gak harus ribet, dan gak harus ikut-ikutan tren. Jadilah auditor buat makananmu sendiri. Ambil yang baik, buang yang gak perlu, dan jalani dengan santai.
image source : Unsplash, Inc.