Milenial VS AI: Siapa yang Cepat Di-PHK?

ardipedia.com – Dunia kerja itu kayak game yang terus update. Dulu, kita khawatir sama robot yang bakal ngambil kerjaan di pabrik. Sekarang? Level-nya naik. Yang kita khawatirkan adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang bisa nulis, ngoding, bahkan bikin desain lebih cepat dari kita. Nah, yang paling sering merasa terancam itu siapa lagi kalau bukan Milenial (yang sekarang sudah jadi middle management) dan Gen Z (yang baru nyemplung ke dunia kerja). Pertanyaannya, dalam duel Milenial VS AI ini, siapa sih yang paling rentan kena Personal Hubungan Keluarga alias PHK duluan?

Gue mau lurusin dulu nih, ini bukan duel beneran antara kamu dan sebuah robot ala film sci-fi. Ini adalah pergeseran besar dalam kebutuhan skill di pasar kerja. Impact AI itu enggak merata. Dia enggak peduli kamu Milenial, Gen Z, atau Boomer. AI cuma peduli pada jenis pekerjaan yang kamu lakukan.

Kenapa AI Jadi ‘Ancaman’

Dulu, AI itu cuma bisa ngitung dan nyimpan data. Sekarang, AI sudah evolusi jadi Generative AI yang bisa menciptakan sesuatu yang baru, mulai dari artikel, gambar, kode program, sampai video. Ini yang bikin gemetar. Kenapa? Karena banyak pekerjaan Milenial – yang seringnya bergerak di sektor knowledge work seperti marketing, copywriting, data entry, customer service level awal, dan administrative task – itu punya tugas yang repetitif dan berbasis pola.

Gue kasih contoh ya. Bayangin kamu kerja di finance dan tugas kamu adalah mereview ratusan dokumen perjanjian setiap bulan. Itu adalah tugas berbasis pola yang membutuhkan mata yang teliti dan waktu lama. AI sekarang bisa melakukan itu dalam hitungan menit dengan tingkat akurasi yang tinggi. Atau, kamu seorang content writer yang tugasnya nulis deskripsi produk. AI bisa bikin ribuan deskripsi produk dalam sekejap dengan tone yang berbeda-beda.


Jadi, AI enggak menggantikan orang, tapi AI menggantikan tugas. Pekerjaan yang cepat hilang bukan karena generasi pekerjanya, tapi karena tugas di dalamnya mudah diotomasi.

Pekerjaan yang Paling Gampang ‘Diganti’ AI

Ada beberapa role yang rentan banget dan ini banyak diisi oleh Milenial dan Gen Z yang baru masuk kerja:

Pekerja Data Entry dan Clerical: Semua yang berurusan dengan input data, organizing files, dan scheduling yang simpel.

Penulis Konten Template: Nulis email marketing, post social media yang standar, atau report yang formatnya sama terus. AI bisa melakukan ini dalam sekejap.

Penerjemah Bahasa Level Dasar: Tools AI sudah jago banget dalam menerjemahkan teks tanpa kehilangan konteks yang signifikan.

Customer Service Level 1: Tugas menjawab pertanyaan yang FAQ-based atau troubleshooting simpel. Chatbot AI sekarang jauh lebih canggih dan bisa stay up 24/7.

Analisis Data Sederhana: Tugas membuat chart dan summarize data dalam format yang standard.

Jadi, kalau kamu ngerasa kerjaan kamu isinya itu-itu aja dan enggak membutuhkan pemikiran kritis yang dalam, kamu perlu waspada dan segera upgrade skill.

Kenapa Milenial Lebih Merasa Tertekan

Milenial (usia 30-45 tahun) sekarang ini ada di posisi yang tricky. Banyak dari mereka sudah mapan di middle management dengan gaji yang lumayan besar. Ketika perusahaan mau efisiensi biaya, mengganti satu manajer yang gajinya besar dengan tool AI yang biayanya receh per bulan itu jadi keputusan bisnis yang menggoda.

Ditambah lagi, banyak Milenial yang terjebak dalam skill set lama yang enggak berbasis teknologi AI. Mereka mungkin jago di Excel atau presentasi, tapi enggak terlalu familiar dengan prompt engineering atau data science. Tekanan ini makin besar karena mereka enggak se- fleksibel Gen Z dalam adopsi teknologi baru, dan mereka juga enggak punya luxury untuk mulai dari awal kayak Gen Z.

Kenapa Gen Z Punya Keuntungan Tapi Tidak Kebal

Gen Z (usia 18-30 tahun) punya keuntungan karena mereka digital native dan enggak canggung pakai tools baru. Mereka lahir barengan sama internet dan social media, jadi adaptasi terhadap AI itu lebih cepat. Mereka melihat AI sebagai co-pilot atau asisten kerja, bukan ancaman total.

Namun, Gen Z juga enggak kebal PHK. Job market yang mereka masuki sekarang ini sudah sangat terotomasi di level entry. Misalnya, posisi entry-level yang dulunya butuh 10 orang buat data processing, sekarang cuma butuh 2 orang yang jago pakai AI. Jadi, persaingan untuk dapet kerjaan awal itu jauh lebih ketat dan menuntut skill AI yang spesifik dari awal. Kalau Gen Z cuma mengandalkan skill dasar tanpa menguasai tool AI di bidang mereka, mereka juga gampang tergusur karena value yang mereka tawarkan enggak se- signifikan yang dibutuhkan perusahaan.

Skill yang Nggak Bisa Digantikan AI

Daripada pusing mikirin siapa yang kalah, lebih baik kita fokus pada apa yang bisa memenangkan kita. AI itu powerful tapi dia punya batasan. Ada skill yang inheren dimiliki manusia yang enggak bisa dia reproduksi dengan sempurna, setidaknya untuk saat ini. Ini adalah skill yang harus kamu kuasai biar kamu enggak kalah dari AI, apapun generasi kamu:

Kreativitas Non-Linier: AI itu jago banget dalam mereproduksi dan mengombinasikan data yang sudah ada. Tapi, dia kesulitan dalam menciptakan ide yang benar-benar baru, out-of-the-box, dan melawan logika yang sudah ada. Ide yang gila dan berani itu lahir dari intuisi manusia.

Kecerdasan Emosional dan Empati (Emotional Intelligence): AI enggak bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Tugas yang melibatkan interaksi manusia yang sensitif, negosiasi yang high-stakes, coaching tim, memimpin dengan motivasi, atau mengelola konflik yang rumit akan selalu butuh sentuhan manusia.

Pemikiran Kritis dan Strategis: AI bisa mengolah data, tapi enggak bisa mempertanyakan mengapa data itu penting dan bagaimana menggunakannya untuk membuat keputusan bisnis jangka panjang yang berisiko. Visioner dan strategi tingkat tinggi tetap milik manusia.

Manajemen Stakeholder dan Negosiasi: Meyakinkan klien yang sulit, membangun trust dengan investor, atau berdiplomasi dengan partner bisnis itu butuh skill interpersonal yang enggak bisa di- download ke AI.

Strategi Survival yang Low Profile

Jadi, enggak peduli kamu Milenial atau Gen Z, survival kamu itu ditentukan oleh seberapa cepat kamu bertransformasi dari user menjadi operator tools AI.

Jadikan AI Co-Pilot Kamu: Jangan takut pakai AI, tapi jangan andalkan 100%. Gunakan AI buat ngurusin 80% tugas repetitif kamu (misalnya drafting email, summarize data). Sisa 20% waktu yang kamu hemat itu, pakai buat fokus pada skill yang hanya kamu yang bisa lakukan (misalnya review hasil AI dengan critical thinking kamu, nambahin sentuhan personal yang unik, atau mikirin strategi besar).

Reskilling di Area Hybrid: Upgrade skill kamu di area yang menggabungkan teknis dan manusiawi. Misalnya, bukan cuma jadi data analyst, tapi jadi data translator (orang yang bisa menerjemahkan data rumit dari AI ke bahasa bisnis yang mudah dimengerti tim).

Networking dan Mentorship: Invest waktu kamu buat membangun network yang kuat. Job security itu enggak cuma soal skill teknis, tapi juga soal reputasi dan siapa yang kenal kamu.

Pada akhirnya, duel Milenial VS AI itu enggak bakal ada pemenangnya kalau kita berpikir dalam kerangka pertarungan. AI itu bukan lawan kamu, tapi alat powerful yang bisa ngangkat value kamu. Siapa yang cepat di-PHK? Orang yang menolak belajar dan enggan beradaptasi dengan tool baru. Bukan soal umur, tapi soal kemauan kamu buat upgrade diri. Stay hungry, stay foolish, dan keep learning!

image source : Unsplash, Inc.

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama
ardipedia

نموذج الاتصال