Gak Perlu Gengsi! Alasan Anak Lebih Dekat ke Guru

ardipedia.com – Pernah nggak sih kamu merasa iri saat anakmu lebih antusias cerita tentang gurunya daripada tentang kamu? "Kata Bu Guru, aku harus gini," atau "Pak Guru bilang, aku pinter banget!" Rasanya kok, kayak ada jarak ya? Kamu mungkin mikir, "Padahal, gue yang ngurusin dia dari kecil, kok dia malah lebih deket sama gurunya?"

Gak perlu gengsi, ini hal yang sangat normal kok. Guru itu bukan cuma sekadar pengajar di sekolah. Mereka adalah sosok yang menemani anak-anak di luar rumah, tempat mereka menghabiskan sebagian besar waktunya. Guru punya peran yang unik banget dalam hidup anak. Daripada cemburu, mending kita coba pahami kenapa hubungan guru dan murid bisa jadi seistimewa itu.

Di artikel ini, kita bakal kupas tuntas alasan-alasan di balik kedekatan anak dengan gurunya. Ini bukan tentang menyalahkan kamu sebagai orang tua, tapi lebih ke memahami dunia anak dari sudut pandang yang berbeda. Dengan begitu, kamu bisa belajar dan menciptakan hubungan yang lebih kuat dengan anakmu. Yuk, kita mulai!

1. Guru adalah Sosok yang Objektif

Di rumah, kamu adalah orang tua. Peranmu itu nggak bisa digantikan. Tapi, kadang peran ini bikin kamu jadi kurang objektif. Saat anak berbuat salah, kamu langsung marah. Saat anak berprestasi, kamu mungkin nggak terlalu memuji karena sudah merasa "ya memang harusnya begitu."

Guru itu berbeda. Mereka melihat anakmu dari sudut pandang yang lebih netral. Mereka nggak punya beban emosional yang sama denganmu. Saat anak berprestasi, guru bakal memuji setulus hati. Saat anak berbuat salah, guru akan menegur tanpa emosi yang meledak-ledak. Anak-anak itu bisa ngerasain lho, perlakuan yang objektif kayak gini. Mereka merasa, "Guruku nggak pernah marah-marah, tapi selalu ngasih tahu aku dengan baik." Ini bikin mereka nyaman dan merasa lebih aman.

2. Guru Punya Waktu Eksklusif

Di sekolah, guru punya waktu eksklusif buat anakmu. Mereka menghabiskan berjam-jam setiap hari, ngobrol, bermain, dan belajar bareng. Guru tahu gimana cara anakmu berinteraksi sama teman-temannya, gimana dia saat lagi ngerjain tugas, dan gimana dia saat lagi ngobrol.

Kamu mungkin punya kesibukan yang nggak ada habisnya. Saat di rumah, kamu harus masak, beres-beres, dan ngurusin kerjaan. Waktu buat anak jadi terbatas. Kadang, kamu cuma bisa ngobrol sebentar, terus sibuk lagi. Anak-anak itu butuh perhatian yang penuh. Saat mereka dapat waktu yang eksklusif dari gurunya, mereka merasa, "Aku penting banget buat guruku." Ini bikin mereka merasa dihargai.

3. Guru Adalah Sumber Ilmu dan Keterampilan Baru

Anak-anak itu punya rasa ingin tahu yang besar. Mereka pengen tahu banyak hal, dari cara membaca, menulis, sampai cara bikin roket dari botol bekas. Di rumah, kamu mungkin nggak punya waktu atau keterampilan buat ngajarin semuanya.

Guru adalah sumber ilmu yang nggak ada habisnya. Mereka ngajarin anak hal-hal baru yang bikin mereka kagum. Guru juga bisa ngasih trik-trik yang nggak pernah kamu pikirin. Misalnya, guru ngajarin cara ngerjain matematika dengan trik yang lebih cepat, atau cara menggambar yang lebih gampang. Anak-anak itu suka banget sama hal-hal baru. Dan mereka bakal merasa lebih dekat dengan orang yang ngajarin mereka hal baru.

4. Guru Memberikan Umpan Balik yang Membangun

Saat anak berbuat salah, kamu mungkin langsung bilang, "Kamu salah!" atau "Kenapa sih kamu nggak dengerin Mama?" Padahal, yang anak butuh itu bukan cuma kata-kata yang menghakimi, tapi juga umpan balik yang membangun.

Guru punya cara yang lebih baik buat ngasih umpan balik. Saat anak berbuat salah, guru bakal bilang, "Bagus usahanya, tapi coba pakai cara lain ya." Atau, "Ini salahnya di sini, coba kita perbaiki bareng-bareng." Umpan balik yang membangun ini bikin anak nggak merasa disalahkan. Mereka merasa, "Guruku nggak pernah marah, tapi selalu ngajarin aku." Ini bikin mereka lebih berani buat mencoba lagi.


5. Guru Mendorong Anak Keluar dari Zona Nyaman

Di rumah, kamu mungkin cenderung melindungi anak. Kamu nggak mau anakmu gagal atau sakit hati. Kamu bakal bilang, "Jangan deh, nanti jatuh," atau "Nggak usah ikut lomba, nanti kalah." Padahal, anak itu butuh tantangan buat tumbuh.

Guru punya peran buat mendorong anak keluar dari zona nyamannya. Guru bakal bilang, "Ayo, kamu pasti bisa!" atau "Coba lagi ya, jangan menyerah." Dorongan ini bikin anak merasa tertantang dan percaya diri. Mereka tahu kalau ada orang yang percaya sama mereka dan nggak akan ngebiarin mereka jatuh.

Intinya, kedekatan anak dengan guru itu bukan soal kamu gagal sebagai orang tua. Ini cuma soal peran yang berbeda. Guru punya peran buat mendidik, sementara kamu punya peran buat menyayangi. Daripada gengsi, mending kita belajar dari guru. Coba lebih objektif, luangkan waktu yang berkualitas, dan berikan umpan balik yang membangun. Dengan begitu, kamu bisa jadi orang tua yang paling disayang anak, tanpa harus merasa bersaing.

image source: iStock

Gas komen di bawah! Santai aja, semua komentar bakal kita moderasi biar tetap asyik dan nyaman buat semua!

Lebih baru Lebih lama
ardipedia

نموذج الاتصال